Jumat, 15 April 2022

Teologi Misi 1

Teologi Misi 1


Buku-buku Acuan:

1. Arie de Kuiper, Missiologia: Ilmu Pekabaran Injil. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996

2. Donald Senior dan Carrol Stuhlmueller, The Biblical Foundations for Mission. New York: Orbis Book, 1983

3. Johannes Blauw, The Missionary Nature of the Church: A Survey of the Biblical Theology of Mission. New York: McGraw-Hill Book Company, INC. 1962

4. M. S. Poon, Missiological Survey of Old Testament: An Introductory Guide. Singapore: All Nations Enterprise Pte Ltd, 2002

5. A. Naftallino, Teologi Misi: Misi di Abad Postmodenisme, Tantangan Autentisitas Injil di Abad Postmo Bekasi: Logos Heaven Light Publicizing, 2002.

6. Helen Barrett Montgomery, “The Missionary Message of the Old Testament” dalam Ralph D. Winter dan Steven C. Hawthorne (ed), Perspectives on the World Christian Movement: A Reade.  (Pasadena: William Carey Library, 1992), hal. A1 – A15.



Pendahuluan

Berbicara tentang Teologi Misi, kita segera berhadapan dengan dua terminology yaitu: “teologi” dan “misi”. Sebenarnya istilah teologi misi adalah nama lain untuk missiologi. Tetapi untuk memahaminya dengan baik, kita perlu mengetahui apa itu teologi? Dan apa yang dimaksud dengan misi?  Pemahaman yang memadai tentang hal ini akan menolong kita memahami apa itu teologi misi.  


Ada beberapa definisi tentang teologi.  Berikut ini penulis akan mengutip beberapa pendapat para tokoh:

1. Menurut Charles C. Ryrie, teologi berarti memikirkan mengenai Allah dan mengekspresikan pengetahuan-pengetahuan tersebut dalam suatu cara tertentu.

Menurut buku ini, kata “teologi berasal dari theos yang artinya Allah dan logos yang artinya pernyataan yang rasional.  Jadi kata ini berarti suatu interpretasi yang rasional tentang iman keagamaan.

2. Berbeda dengan Ryrie, dua orang teolog yaitu: B.F. Drewes dan Julianus Mojau menjelaskan bahwa “teologi” berasal dari  akar kata dua istilah bahasa Yunani, theos dan logosTheos berarti ‘Allah’ atau ‘ilah’; dan logos berarti ‘perkataan/firman/wacana’.  Jadi makna istilah teologi adalah “wacana (ilmiah) mengenai Allah atau ilah-ilah"

3.  Seorang ahli teolog Perjanjian Lama yang bernama C. Barth, dengan sederhana mengatakan bahwa “Theologia” di dalam pemakaian Kristen mempunyai berbagai-bagai makna, tetapi pada pokoknya dapat dikatakan bahwa sebutan ini sama artinya dengan “ajaran tentang Allah”. 

4. Henry C. Thiessen dalam bukunya Teologi Sistematika mengatakan bahwa “teologi dapat kita definisikan sebagai ilmu tentang Tuhan dan hubungan-hubungannya dengan alam semesta (Thiessen, 2003:2).


Mengenai misi, kata ini berasal dari bahasa Latin missio yang berarti ‘pengutusan’.  Dari kata dasar mission ini muncullah istilah Missio Dei dengan muatan teologis “kehendak Tuhan untuk menyelamatkan manusia yang telah jatuh (Kej 3:15).  Dalam bahasa Inggris, bentuk tunggal Mission berarti karya Allah (God’s Mission) atau tugas yang diberikan Tuhan kepada kita (our Mission), sedangkan bentuk jamak Missions menandakan kenyataan praktis atau pelaksanaan pekerjaan itu, mis.: History of Missions (Sejarah PI); Foreign Missions (Lembaga untuk PI ke Luar Negeri).

Dari kata mission ini juga kemudian muncul istilah missiologi.  Dulu istilah missiologi terutama dipakai para ahli teologi Roma Katolik, tetapi kemudian diterima juga oleh ahli-ahli protestan.  


Kalau begitu, apa itu teologi misi?  Istilah teologi misi adalah istilah yang digunakan di dunia yang berbahasa Inggris.  De Kuiper mengatakan teologi missi adalah istilah yang dipakai untuk study tentang History of Missions, Methods of Missions dan juga Biblical Principles of Missions (de Kuiper, 1996:10-11). Berkaitan dengan diktat ini, penulis akan memakai pengertian yang terakhir: Biblical Principles of Missions.  Dengan demikian, study teologi missi seyogyanya adalah sebuah study terhadap Alkitab PL dan PB untuk mencari apa karya Allah (God’s Mission) atau Tugas yang diberikan Allah kepada kita.  Secara metodologis, teologi misi ini haruslah bertitik tolak dari penelitian yang dihasilkan oleh bidang Teologi PL dan Teologi PB.

Definisi yang lebih lengkap diberikan oleh J. Verkuyl yang yang membatasi missiologi sebagai  “the study of the salvation activities of the Father, Son and Holy Spirit throughout the world geared toward bringing the kingdom of God into existence”.   Sementara Gnanakan melihat misi sebagai “God’s activity in the whole of history, and as the church’s involvement in the fulfillment of God’s plans for the kingdom”.  Sesuai dengan definisi ini, maka dalam teologi misi, kita akan bicara tentang Karya keselamatan Allah untuk manusia.  Ini membawa kita kepada apa yang disebut Missio Dei, yakni keseluruhan pekerjaan Allah untuk menyelamatkan dunia: pemilihan Israel, pengutusan para nabi kepada Israel dan kepada bangsa-bangsa sekitarnya, pengutusan Kristus ke dunia, pengutusan rasul-rasul dan pekabar-pekabar Injil kepada bangsa-bangsa.




Pentingnya Perjanjian Lama bagi misi.

Sebuah pertanyaan yang mendasar dalam teologi misi adalah: Mengapa Perjanjian Lama penting bagi misi?  Tentu saja kita tidak meragukan nilai Perjanjian Lama dalam kehidupan iman orang percaya.  Namun secara eksplisit, PL penting karena memberitahu kepada kita sifat Allah, asal usul alam semesta, bagaimana kehidupan berawal dan bagaimana kejahatan masuk dalam dunia.  Bagi misi, Perjanjian Lama penting karena mengajarkan tentang keselamatan, perintah dan peringatan ilahi dan di atas semuanya itu, PL ,menyaksikan Tuhan yang mulia itu. Secara sederhana James Martin mengatakan, PL penting karena ini adalah dasar kepada Perjanjian Baru.

Dalam mengajukan nilai dari Perjanjian Lama, New Unger’s Bible Dictionary mengatakan: Walaupun Perjanjian Lama diberikan kepada saru bangsa yang kecil, tetapoi pesannya adalah untuk sepanjang waktu.  Memang kurang bermakna jika membatasinya pada Palestina atau bangsa Yahudi, tetapi karena PL menjangkau dunia maka PL menjadi penting bagi semua bangsa di segala tempat dan abad.

Sehubungan dengan hubungan antara Israel dengan bangsa-bangsa lain, de Kuiper mengatakan bahwa ada tiga aspek penting bagi misi yang terdapat dalam dalam PL, yaitu:1. Aspek universalism, 2. Aspek eskatologis dan 3. aspek Mesianis (1996:18).  Berbeda dengan de Kuiper, dalam buku the Missionary Nature of the Church, Johannes Blauw menguraikan bahwa dalam aspek universalisme Perjanjian Lama ini kita akan menemukan pesan missioner dan pesan messianic.  Pendapat kedua tokoh ini menegaskan bahwa Pengharapan messianic dan missi sudah dimulai dalam Perjanjian Lama dan arena itu kita tidak bisa mengabaikan Perjanjian Lama dalam teologi Misi.

























1. Arie de Kuiper

Pemikiran teologis de Kuiper dapat dibaca dalam bukunya Missiologia: Ilmu Pekabaran Injil.  Nilai penting dari pemikirannya tentang missi dapt kita lihat dari pencetakan ulang yang dilakukan oleh BPK Gunung Mulia sampai saat ini.  Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika dalam diktat ini pemikiran beliau dibicarakan mengingat pengaruh buku ini yang cukup luas di kalangan orang-orang Kristen.

Menurut de Kuiper, dalm PL belum terdapat penugasan yang tegas tentang misi ke segala bangsa.  Namun demikian sudah ada perhatian terhadap bangsa-bangsa yang ditempatkan dalam kaitannya dengan pemilihan Israel.  Nilai missioner dari Perjanjian Lama dibicarakan oleh de Kuiper dsalam tiga aspek

  1. Aspek Universalisme

  2. Aspek Eskatologis

  3. Aspek Mesianis

Rupanya de Kuiper berpendapat bahwa melakui ketiga aspek ini missi mendapat legitimasinya sejak Perjanjian Lama.


a.  Universalisme

Konsep universalisme diangkat oleh de Kuiper untuk membuktikan bahwa sejak PL sudah ada gagasan teologis tentang keselamatan bangsa-bangsa.  Gagasan itu dikembangkan melalui beberapa tahapan:

  • Tahap prasejarah bagi Israel dan keselamatan dunia. Ini dilukiskan dalam Kejadian 1-11 yang dimulai dengan Penciptaan hingga penyebaran bangsa-bangsa diseluruh bumi.  Prasejarah ini memperlihatkan masuknya kejahatan ke dalam dunia dan hukuman Allah berupa air bah dan penyerakan segala bangsa ke seluruh dunia (Babel=kekacauan).

  • Panggilan Abraham.  Panggilan Abraham dan janji Allah kepadanya bernilai missioner karena dengan Abraham, Allah memulai fase baru dalam sejarah dunia, sejarah bangsa-bangsa, sejarah keselamatan.  Ini dinyatakan dalam janji Allah “Aku akan memberkati orang-orasng yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat”. (Kej 12:3).  

  • Pemilihan Israel.  Panggilan Abraham dan janji kepada Abraham merupakan dasar bagi universalisme keselamatan.  Keselamatan Israel bergantung kepada ketaatan kepada panggilan dan pemilihan oleh Allah, tetapi keselamatan bangsa-bangsa bergantung kepada sikap mereka terhadap Israel.  Pemilihan Israel juga adalah sebuah langkah dimana Allah mengarahkan pandanganNya kepada seluruh dunia.  Israel di antara segala bangsa merupakan suatu gambaran pemerintahan Allah dan merupakan gambaran pelayanan selaku imam. (Ul 7:6).

  • Beberapa kitab yang membentangkan universlisme keselamatan, mis.: Rut dan Yunus.  Kitab Rut mengisahkan perempuan asing (moab) yang percasyas kepada Allah Israel menjadi senasib dengan Israel dan menjadi nenek dari raja Daud.  Kitab Yunus yang mengjarkan bahwa Allah menentang sikap Partikulasrisme (= keselamatan hanya untuk diri sendiri atau golongan/suku sendiri)


b. Aspek Eskatologi

Di dalam pemberitaan para nabi selalu ada pengharapan bahwa bangsa-bangsa lain akan ditarik kepada Allah dan akan mengaku namaNya.  Dalam PL keselamatan eskatologis itu digambarkan dengan pola sentripetal, misalnya:

Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain. (Yes 45:22)


   Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung tempat rumah TUHAN akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana, dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem." (Yes 2:2, bdk Mi 4:1-2; Yes 18:7)

Pola Sentripetal
























3. Aspek Mesianis

Pengharapan Israel akan masa depan dipercaya datang dalam Mesias yang membawa keselamatan.  PL menggambarkan pengharapan tersebut dengan berbagai cara, a.l:

  1. Berpusat pada Daud dan keturunannya (2 Sam 7; Yes 9:6; 11:1,10; Mi 5:1-5; dll)

  2. Mesias itu disebut anak manusia (Dan 7:13-14

  3. Yang diurapi TUHAN, baik sebagai raja (Mzm 2), sebagai imam (Mzm 110) atau nabi (Yes 61).

  4. Hamba Tuhan yang menderita (Yes 52:13-53:12)

  5. Keselamatan itu sampai ke ujung bumi (Yes 45:22)

  6. Pembaharuan ciptaan: Langit yang baru dan bumi yang baru (Yes 65:17; 66:22)












































2. Johannes Blauw

Missiolog kedua yang akan dibicarakan dalam diktat ini adalah Johannes Blauw yang menulis buku The Missionary Nature of the Church pada tahun 1962.  Nilai penting buku ini terlihat dari fakta bahwa buku ini masih dipergunakan di banyak seminary sebagai acuan bagi study missi.   

Blauw terutama melihat bahwa universalism merupakan kunci dalam memahami misi di dalam Perjanjian Lama.  Menurut Blauw, pasal-pasal pertama dari Kejadian (Kej 1-11) merupakan kunci untuk memahami keseluruhan Perjanjian Lama, bahkan seluruh Alkitab.  Penting untuk diperhatikan disini bahwa bagian awal alkitab ini (Kej 1-11) merupakan sebuah “teologi sejarah” yang memperlihatkan bagaimana Israel berpikir dan hidup: bukan secara filosofis melainkan secara histories.  Oleh karena itu bagian ini adalah pra sejarah Israel sebagi umat Allah dan oleh sebab itu merupakan prasejarah yang menentukan makna sejarah Israel selanjutnya. Secara ringkas, Pra-sejarah itu adalah sebagai berikut: 

  • Penciptaan (Kej 1) 

  • Manusia sebagai pusat dari ciptaan (Kej 2)

  • Manusia menyalahgunakan posisinya sebagai pusat ciptaan (Kej 3)

  • Keterasingan dari Allah (Kej 4-6)

  • Penghukuman atas kejahatan/air bah (Kej 7-8)

  • Kesetiaan Allah memelihara ciptaanNya dan manusia (Kej 8-9)

  • Berkembangnya generasi baru manusia (Kej 10)

  • Penyebaran umat manusia (Kej 11)


Berbeda dengan de Kuiper, Blauw menyatakan bahwa panggilan Abraham dan sejarah Israel adalah awal dari pemulihan dari hilangnya kesatuan umat manusia dan rusaknya hubungan manusia dengan Allah.  “Olehmu semua kaum akan diberkati” (Kej 12:3) menunjukkan bahwa sejarah Israel tidak lain adalah kelanjutan dari perhatian Tuhan terhadap bangsa-bangsa dan oleh karena itu sejarah Israel hanya dapat dipahami dari latar belakang masalah hubungan Tuhan dengan bangsa-bangsa yang belum terselesaikan.


Dengan menempatkan Kej 1-11 sebagai latar belakang sejarah Israel, maka panggilan Abraham (termasuk Israel) harus dilihat dari terang penyataan diri Allah kepada bangsa-bangsa.  Abraham dan keturunannya akan menarik perhatian bangsa-bangsa kepada mereka dan membuat mereka ingin berbagi dalam berkat-berkatNya.  Pemilihan Abraham (secara tidak langsung juga Israel) berarti juga janji untuk memberkati bangsa-bangsa.  Pemilihan tersebut adalah “pemilihan untuk melayani” karena pemilihan Israel telah memisahkan Israel dari bangsa-bangsa sehingga Israel dapat secara khusus melayani Tuhan dan menyatakan kemuliaan dan ketuhanan di bumi yang akhirnya membawa seluruh dunia kepada Allah.  Jadi pemilihan bukan sebuah hak istimewa, melainkan sebuah tanggung jawab.


Bangsa-bangsa (Nations)

Bangsa-bangsa diidentifikasi sebagai orang yang tidak percaya.  Jadi, bangsa-bangsa (nations/goyyim) tidak bermakna politis atau Negara, melainkan bermakna religious.


  1. PL tidak menyatakan bahwa pemilihan Israel berarti penolakan bangsa-bangsa.

  2. Bangsa-bangsa muncul dalam PL dalam hubungannya dengan Israel sebagi umat Allah.

  3. Bangsa-bangsa sering tampil sebagai ancaman secara politis bagi Israel dan sebuah godaan secara religious.  Jika Israel tidak setia, Allah menghukummereka dan menggunakan bangsa-bangsa sebagai alatnya.

  4. Bangsa-bangsa adalah saksi-saksi dari pekerjaan Allah di Israel.  Ini adalah adalah fungsi utama bangsa-bangsa.

  5. Pengakuan bangsa-bangsa terhadap Yahweh, Allah Israel sebagai Allah seluruh bumi sudah diantisipasi dalm pesan-pesan para nabi.

  6. Pengakuan terhadap Yahweh oleh bangsa-bangsa biasanya sebagai  perintah dan di masa depan sebagai panggilan dan sebagain janji.


I. Universalism PL sebagai pesan missioner


1. Universalism dan Mission

Ada perdebatan tentang hubungan universalism dengan missi dalam PL.  Beberapa pendapat muncul:

  1. Sifat missi PL terjadi lewat perkembangan sbb: Kepercayaan terhadap Yahweh yang adalah Allah Israel berkembang menjadi Allah bangsa-bangsa lain dan menjadi Allah seluruh dunia.  Dengan demikian monotheisme sudah dipikirkan memiliki akibat universal dan misi dipandang muncul dari universalisme ini.  Skema: Monotheism-universlism- missi.

  2. Menurut Blauw, sifat missioner PL hanya mungkin dipahami jika kita menghilangkan perbedaan universalism dan misi.  Jika kita memahami misi sebagai pengiriman missionaris ke luar negeri untuk membawa pesan keselamatan, maka hanya bagian-bagian tertentu PL saja yang missioner (Yes 40-55 dan Yunus).  Tetapi jika setiap bagian dalam alkitab yang mengumandangkan universalisme dipahami sebagai bersifat misi, maka Yes 40-55 dan maka Yes 40-55 dan Yunus adalah bagian terpenting dari perspective missi.


- Yesaya 40-55

Nubuatan yang bhersifat missioner terungkap dalam dua nyanyian tentang Hamba Yahweh (42:1-7 dan 49:1-7).  Di sini Hamba itu dipanggil untuk menyatakan keadilan bagi bangsa-bangsa (42:1) dan menjadi terang bagi bangsa-bangsa (42:6; 49-6). Sehingga keselamatan dari Allah dapat mencapai ujung bumi (49:6).  Selebihnya manggambarkan bahwa bangsa-bangsa akan tercengang dengan pemulihan Israel atau mereka dipanmggil untuk memuja Yahweh oleh karena pembebasan atas Israel.  Di sini, Hamba itu secara langsung memanggil bangsa-bangsa kepada keselamatan.  

- Yunus

Umumnya ahli-ahli tafsir sepakat bahwa dalam kitab ini Israel diarahkan kepada panggilannya di dunia.  Kitab Yunus dianggap sebagai menentang sikap ekslusive nasionalis dari bangsa Israel.




2. Ciri-ciri pengharapan PL

Perjanjian Lama dicirikan oleh pangharapan Israel yang isinya adalah Yahweh sendiri (Yer14:8, 17:13, 50:7; Mzm 71:5).  Yahweh tidak sama dengan dewa-dewa bangsa lain yang merupakan kekuatan alam.  Tetapi Yahweh adalah Allah dari sejarah.  Karena itu Dia tidak pernah menyatakan dirinya sebagai “Allah dari para ilah/dewa” seolah Dia adalah primus inter pares di antara para dewa. Dia adalah Allah Israel, yang mengadakan perjanjian dengan manusia, terutama dengan Israel.  Allah Israel adalah Allah yang melangkah ke dalam kehidupan manusia dan dengan demikian membuat sejarah.

Dari Allah ini, yang di masa lalu telah memilih Israel dan mengadakan perjanjian dengan Abraham, segala sesuatu diharapkan di masa depan.  PL adalah pengharapan karena Yahweh melangkah secara aktif dalam sejarah dan memimpin umatNya, karena itu umatNya mengharapkan segala sesuatu dari Dia.  Masa lalu dari tindakan Yahweh tidak hanya sekedar masa lalu yang sudah selesai.  Masa lalu adalah kesaksian yang kuat tentang kehadiran dan kuasa Yahweh sekarang ini, dan karena itu juga sebuah janji bagi tindakan Yahweh di masa yang akan datang.  Dalam terang pemahaman ini kita seharusnya memahami hubungan antara Yahwe dengan Israel  sebagai umat Tuhan dan bangsa-bangsa (penyembah berhala).

Jika pada masa lalu Allah menciptakan bangsa-bangsa (Mzm 86:9), mereka bersaksi tentang hikmat dan kebaikan Allah (Kej 9:16), tentang kerinduanNya pada perdamaiasn (Kej 10:1,32), karena Dia memberkati bumi sesudah air bah.  Karena Allah Israel telah menjadi Allah semua bangsa di masa lalu, maka begitu juga Dia pada masa kini dan masa depan.  

Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa pengharapan Israel atas Yahweh adalah menjadi Allah atas dunia bangsa-bangsa.  Tetapi pengharapan Israel ini didasarkan bukan pada tindakan Israel di masa depan, melainkan berdasarkasn tindakan Yahweh di masa depan.  Dengan kata lain, Eskatologi PL tidak berarti misi Israel ke bangsa-bangsa untuk memberitakan Injil.   Misi Israel berisi fakta bahwa melalui Israel, Allah akan membuat kuasaNya diketahui, dapat dilihat mata dan nyata bagi semua bangsa.

Selanjutnya Blauw menegaskan bahwa dia membedakan dalam PL antara hal-hal ini:

  1. Gagasan Universalism

  2. Gagasan missi yang centripetal

  3. Gagasan misi yang centrifugal


II. Universalisme PL sebagai Pesan Mesianis

Konsep Mesiah menempati tempat khusus sebagai symbol dan puncak dari pengharapan masa depan dan pengaharapan keselamatan dalam PL.  Sayangnya, penelitian tentang hal ini masih sangat terbatas.  Namun beberapa point yang penting dapat dicatat disini.


2.1 Figur Mesias

Jika figure mesias dibatasi sebagai figure kerajaan, maka asal-usul pengaharapan mesianis dapt ditelusuri dari Daud.  Tetapi jika figure mesias juga dipahami sebagai nabi yang menyatakan kehendak Allah, maka kita memiliki gambaran yang bervariasi.  Dalam buku ini, mesias dipahami sebagi figure individual yang dengan cara khusus menyatakan kehendak Allah dan pekerjaan Allah dalam sejarah.  Ini tidak menyangkal figure messianic yang berkaitan dengan Daud.

Dalam pengharapan mesianis, pengharapan Israel bersifat unik.  Asal usulnya sudah dimulai dari dari zaman purba sebagaimana tercatat dalam Kej 49:8, dan bukan mustahil bahwa ini dikaitkan dengan Kej 3:15 . Tapi jika kita mengikuti sinagoge dan Gereja mula-mula memakai Kej 3:15 sebagai ayat yang bersifat messianic, ini jelas menunjuk kepada universalitas keselamatan dan pribadi yang membawa keselamatan.  

Perjanjian Daud yang dikatakan dalam 2 Sam 23:1-7 juga menunjukkan tendency universalisme ketika Daud berkata “apabila seseorang memerintah manusia dengan adil…” (ay 3) jadi bukan hanya sebatas memerintah Israel (bdk Yes 2:2-5; Mikha 4:1-4)

Ada dua jenis penafsiran mesianis di Israel, yakni a) Tradisi dari pengharapan messianic kerajaan dan b) tradisi dari pengharapan mesianis profetis.  Pengharapan mesianis yang profetis tertulis dalam Yes 40-55 tentang nyanyian Hamba Tuhan.  Disini dikatakan bahwa:

  1. Mesias adalah hamba Tuhan yang sepenuhnya menyerahkan diri untuk melayani Yahweh.  Penekanannya adalah pada kemanusiaan dari Hamba tersebut.

  2. Pada saat yang sama, hubungannya dengan Yahweh (yes 42:1, 49:1) diungkapkan sedemikian rupa dimana dia memiliki kekuasaan dan kemuliaan melampaui manusia.

  3. Dia akan meninggikan kemuliaan Allah dan menjadi terang dan keselamatan bagi dunia

  4. Tugas untuk menyetakan bahwa Yahweh sendiri adalah Allah yang tadinya diberikan kepada Isrtael, sekarang diberi kepada Hamba Tuhan.


Pandangan Mesianis kerajaan dapat ditelusuri dalam Dan 7, yaitu:

  1. Mesias mewakili kerajaan Allah.  Mesias adalah kehadiran Allah yang dapat dilihat mata.

  2. Pada saat yang sama, mesias membawa sifat-sifat manusia yang tidak menempatkan kemanusiaan sebagai lawan keilahian, tetapi lebih berarti tindakan ilahi yang diharapkan dalam sejarah manusia.

  3. Pemerintahan mesias dijamin oleh intervensi ilahi dalam sejarah, bukan hanya atas Israel, melainkan juga atas seluruh bangsa.

  4. Kerajaan mesianis adalah sebuah kerajaan manusia dan benar.
















3. M.S. Poon

Pemikiran misiologi ketiga adalah berasal dari kalangan evangelical, yaitu M.S. Poon yang aktif mengajar part-time di Bethany School Of Mission.  Bukunya adalah Missiological Survey of Old Testament: An Introductory Guide.  Poon melakukan tinjauan menyeluruh atas Sejarah Perjanjian Lama dan menuangkan pemikiran misiologisnya dalam konsep ‘the story of the Bible’ (Cerita Alkitab). 

Menurut Poon, sejarah manusia dan apa yang kemudian berlangsung terus dapat dilihat dengan cara sebagai berikut:  Sejak pemberontakan Lucifer melawan Allah penciptanya, dua kekuatan telah bertarung di dalam dunia.  Yang satu mewakili Kerajaan Kegelapan yang dipimpin oleh setan dan  pengikut-pengikutnya.  Yang lain adalah Kerajaan Terang.  Kisah ini akan berakhir dengan kembalinya Raja yang mengklaim Kerajaan Kebenarannya.  Sejarah ini dapat dibagi dalam tiga gerakan dalam sejarah:

  1. Pemberontakan manusia hingga menara Babel

  2. Abraham hingga pembuangan Israel dan kembalinya sisa Israel dari Pembuangan

  3. Jesus dan gereja


Menurut Poon, Cerita Alkitab bukan hanya sekedar cerita.  Ini adalah juga tentang Allah yang menulis cerita tersebut.  Dalam pengertian ini, Alkitab adalah otobiografi Allah sendiri. Cerita Alkitab ini diantar oleh Kejadian 1-11 kepada tiga bagian, yaitu: (i)Cerita Perjanjian Lama, (ii) Kehidupan Yesus dan pengajaranNya dalam Perjanjian Baru, (iii) Abad Gereja sesudah Kristus


1. Setting dari Cerita Alkitab

Menurut Poon, latar belakang dari cerita alkitab adalah munculnya problem dimana umat Tuhan telah diperdaya dank arena itu datangnya seorang Penebus adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan.  Di dalam Kejadian 2, eksistensi dari setan diterima begitu saja.  Hanya Yesaya 14 dan Yehezkiel 28 yang berikan gambaran kepada kita bahwa setan adalah malaikat yang telah jatuh.  KJV dan Living Bible menerjemahkan Yes 14:12 dengan Lucifer dan versi lain menerjemahkannya sebagai bintang fajar.


Sejak kejatuhannya, satan dan kerajaan kegelapan berperang melawan Allah dan ciptaan lainnya untuk memperdaya manusia dan menggoda manusia menjauh dari penciptanya.  Setan berhasil memperdaya manusia dalam Kejadian 2-3.  Namun kejatuhan manusia segera diiikuti dengan rencana penyelamatan oleh Allah.  Manusia menutupi rasa malu dengan daun-daunan, tetapi Allah menutupi Adam dan Hawa dengan kulit binatang.  Sejak peristiwea ini, Allah telah menyusun sebuah rencana pengorbananNya untuk membawa manusia kepadaNya.


Sayangnya, di pihak manusia, manusia terus memberontak dan berjuang untuk menjadi sama dengan penciptanya.  Ciptaan dengan berani berusaha merebut posisi Allahnya.  Sesudah Adam dan Hawa, Kain membunuh Habel karena cemburu dan membawa manusia kepada dosa yang lebih dalam.  Namun demikian, Allah dengan anugerahnya memberkati Adam dengan putra yang lain yaitu Set.


Kejadian 6-9 memperlihatkan kepada kita bagaimana dunia terus memburuk secara moral sehingga Allah harus memusnahkan semuanya kecuali menyisakan Nuh dan keluarganya.  Sesudah air bah, sebuah perjanjian dibuat dengan Nuh dimana Allah berjanji tidak akan pernah menghancurkan manusia dengan cara yang sama.  Tanda perjanjian adalah pelangi.  Manusia dijanjikan seperti sebelumnya (Kej 1:28) untuk beranak cucu dan bertambah banyak dalam jumlah di atas bumi (Kej 9:7).  Dan Kej 10 membuktikan hal itu dimana tercatat 70 bangsa di bumi yang merupakan keturunan dari Sem, Ham dan Yafet.  Episode dari bagian (i) ini berakhir dalam Kejadian 11.  Di sini manusia kembali berusaha mencapai kesamaan dengan Allah.  Karena itu, sekali dan untuk semuanya Allah mengacaukan bahasa seluruh dunia.  Dari situlah  mereka diserakkan Tuhan ke seluruh bumi (Kej 11:9).


Sebagai kesimpulan dari babak pertama ini, ada dua masalah yang dihadapi, yaitu: pertama, manusia telah jatuh, dan kedua: Kerajaan Allah telah dirampas kuasanya.


2. Umat pemberontak

Babak Kedua dari cerita ini dimulai dengan Abraham.  Dia adalah keturunan Sem, putra sulung Nuh.  Dalam Kej 12:1-3, Allah membuat perjanjian dengan Abraham.  Sebagai tanda perjanjian adlah sunat.  Perjanjian ini kemudian ditegaskan kembali kepada Ishak dan Yakob.  

Dari seorang manusia yang setia ini, Allah membangun sebuah keluarga dan dari keluarga tersebut telah diciptakan sebuah bangsa di Mesir.  Allah menyelamatkan mereka dari perbudakan dan membawa mereka ke padang gurun dimana mereka dapat menyembah Allah.  Kemudian Allah membuat perjanjian yang lain dengan pemimpin bangsa ini yaitu Musa.  Tanda dari perjanjian musa ini adalah Istirahat pada hari Sabat.

Memasuki tanah yang dijanjikan kepada Abraham, Allah menolong mereka untuk berperang dan menaklukkan musuh-musuh mereka.  Allah adalah raja perjanjian bagi mereka.  Akhirnya, Allah mengabulkan keinginan umat Israel untuk memiliki seroang raja sama seperti bangsa-bangsa disekitar mereka.  Tetapi raja pertama, Saul, tidak bertahan lama dan jatuh dalam ketidaktaatan.  Akibatnya Saul diganti oleh Daud yang kemudian diteruskan oleh raja Salomo.   Keduanya jatuh dalam dosa setelah mereka menjadi tua.  Sebagaiomana rajaDaud yang kemudian diteruskan oleh raja Salomo.   Keduanya jatuh dalam dosa setelah mereka menjadi tua.  Sebagaimana raja mereka, umat Israel juga tidak menaati Hukum Taurat dan berdosa karena menentang Tuhan dalam penyembahan berhala dan perilaku tak bermoral.

Allah berulangkali mengutus nabi-nabi untuk memperingati umat tersebut unutkemperbaiki jalan hidup  mereka.  Para nabi memohon bersama dengan mereka untuk kembali kepada perjanjian Allah dan untuk melihat kemuliaan yang akan datang ketika Allah memulihkan mereka dan menghentikan penderitaan yang mereka rasakan ketika Penebus dating.  Di atas semua itu, para nabi telah memperingati mereka akan akibat dari ketidaktaatan.  Sebagaimana pesan para nabi umumnya sampai di telinga yang tuli, hukuman berupa pembuangan benar-benmar terjadi.  Tetapi Allah yang setia pada perjanjiannya akhirnya membawa kembali sisa-sisa umat itu dari pembuangan ke tanah air mereka.  Mereka membangun kembali bait Allah dan tembok kota Jerusalem.

Kisah di atas sebenarnya adalah cerita yang berlangsung sekitar 1500 tahun, tetapi pembaca harus deiberi waktu untuk menyadari keadaan manusia yang tanpa harapan dan kegagalan dari berbagai upaya manusia untuk mengatasi pekerjaan yang destruktif dari musuh utama.  Ibrani 1:1-2 berkata “setelah pada zaman dahulu Allah berulangkali dan dalam pelbagai cxara berbicasra kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan AnakNya.”  Demikianlah, akhirnya Allah mengutus ke dunia “Keturunan perempuan” sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam Kej 3:15 untuk meremukkan kepala musuh itu.  Dengahn demikian, babak ke dua dari cerita kita ini membawa kita kembali pada awal dari babak pertama.  Pembaca sekarang siap untuk meneruskan ke  babak ke tiga dimana Kej 3:15 digenapi.  Babak ketiga adalah Perjanjian Baru.


3. Kembalinya Raja dalam kejayaan

Babak ke 3 mencapai puncaknya dengan kedatangan keturunan yang dijanjikan, yaitu Mesias.  Nubuatan-nubuatan tentang kedatangan raja utersebut satu demi satu digenapi.  Akhirnya, pada kebangkitan kepala dari musuh telah diremukkan dan musuh dikalahkan untuk selama-lamanya.  Umatnya telah ditebus (diselamatkan) dan bebas/merdeka selamanya.  Kej 3:15 telah digenapi.  Penebusan yang menyakitkan menuntut kematian dan pengorbanan tetapi harga tersebut bermanfaat dengan baik.


Rencana Keselamatan dari Allah

Tentang Sejarah alkitabiah, Goldsworthy berkata bahwas “Kita tidak boleh berpikir bahwa Allah pertama-tama mencoba satu rencana dan kemudian mencoba yang lainnya sampi di tiba pada cara yang sempurna bagi keselamatan.  Injila telah ditetapkan sebelumnya sehingga pada waktu yang tepat dan sempurna Allah mengutus AnakNya ke dunia” (1981, hal 100).  Oleh karena itu, walaupun sekarang ada kecenderungan dalam ilmu social yang mengadopsi pelbagai system cara pandang untuk melihat permasalahan- permasalahan, tidak tepat untuk memikirkan Nuh, Abraham, Musa, Daud, dan Yesus sebagai jalan keluar alternative dari Allah, mencoba untuk menyelesaikan premasalahan- permasalahanNya.  Allah tidak mengajukan alternative kedua setelah menyadari bahwa yang pertama telah gagal.  Allah tidak bekerja dengan cara seperti itu.  Dari Adam hingga Yesus, hanaya ada satu Rencana Induk dari Penmyelamatan Allah.

Paulus dalam Gal 3:8 berkata bahwa “Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman,telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: “Olehmu segala bangsa akan diberkati”.  Dengan demikian Injil tentang Kristus tidak boleh dipikirkan sebagai jalan keluar alternative yang terakhir dan terbaik yang ditemukan oleh Allah sesudah semua upaya terdahulu gagal.  Sebaliknya, keseluruhan proses dipikirkan sebagai penyataan yang progresif dari rencana penebusan yang dipersiapkan sebelumnya oleh Allah untuk keselamatan umat manusia.


Tema-Tema Cerita Dalam Perjanjian Lama

Dalam buku Perspectives on the World Christian movement: A Reader (Winter dan Hawthorne, 1999), pada bagian pendahuluan mengusulkan bahwa setiap orang yang ingin mengembangkan study mereka seharusnya membagi perspektif alkitab ke dalam lima topic utama sebagai berikut:

  1. Allah Yang hidup adalah Allah yang Missioner

  2. Cerita dari KemuliaanNya

  3. KerajaanMu datang

  4. Mandat bagi Bangsa-bangsa

  5. Injil yang tidak terikat


Topik-topik ini sedikit banyak menyarankan tema-tema alkitabiah berikut untuk studi: Missi Allah, Kemuliaan Allah, Kerajaan Allah, Penebusan Bangsa-bangsa; dan Kristus dan Injil.  Penulis-penulis lain telah mengidentifikasi tema-tema lain mis.: janji, komunikasi dan Rancangan Allah (God’s design).


Kedua, Goldsworthy menyarankan untuk melihat ke dalam bentuk-bentuk literer, kerangka sejarah dan struktur-sturktur teologis.  Greidanus menyebutnya sebagai ‘tiga dimensi interpretasi alkitabiah’ di bawah ‘pendekatan holistik’-nya.   Dengan kata lain, ini adalah pengklasifikasian menurut bentuk (tidak dibicarakan disini), kronologi dan teologi.


Mengenai sejarah Perjanjian Lama Goldsworthy (1994, hal 41) berkata:

Perjanjian Lama bukanlah semata buku pelajaran sejarah Israel sebagaimana dipahami sekarang ini, tetapi sebuah sejarah teologi.  Bagaimana kita dapat memberikan cirri atas sejarah ini sehingga kita dapat melihat kesatuan yang nyata di dalamnya?  Saya sarankan untuk melihat Perjanjian Lama sebagai sebuah sejarah penebusan.  Dengan kata lain, kunci untuk Perjanjian lama bukanlah bagian yang Israel mainkan, melainkan bagian yang Allah mainkan dalam menebus sebuah umat dari perbudakan dan membuat mereka menjadi umatNya.


Lebih lanjut, Goldsworthy menyatakan bahwa jika Perjanjian Lama adalah sebuah sejarah politis, maka makna PL dikurangi hanya sebagai sejarah nasional kuno.  Tetapi jika ini adalah sejarah penebusan, maka kita perlu memahaminya “sebagai bagian dari Tindakan penebusan Allah untuk manusia” (Goldsworthy, 1994 p. 41).

Tetapi tujuan penebusan adalah untuk membawa umat Allah yang ditebus ke dalam Kerajaan Allah.  Jadi, Kerajaan itu adalah tema yang lebih utama dalam PL daripada sejarah penebusan.  Ini adalah tema lain yang akan dihadapi.  Allah adalah Raja dan manusia adalah warganya dalam KerajaanNya.  Ini yang kemudian membawa kita kepada tema Perjanjian dimana Goldsworthy mendefinisikan sebagai hubungan antara Raja dengan warganya.  Dengan demikian ini adalah teologi.

Supaya bisa tetap focus dantetap dalam tema-tema ini, ‘sebuah teologi misi yang alkitabiah yang ditulis dimanapun saat ini haruslah berusaha mencari untuk menemukan dari halaman-halaman Alkitab keuniversalan misi, seberapa jauh perhatian/keprihatinan Allah terhadap dunia yang sudah hilang ini dan tanggungjawab yang tak terelakkan dari setiap orang Kristen untuk terlibat dalam Missi Allah’, kata Gnanakan (Gnanakan, 1989, hal 36).

Menurut Van Engen, dari sejumlah besar tema-tema alkitabiah ada tiga tema yang dapat disebut sebagai tema-tema yang terintegrasi, yaitu:

  1. Allah sebagai Allah yang missioner dari sejarah

  2. Kerajaan Allah, dan 

  3. Konsep Perjanjian (Van Engen, 1996, hal 43).



1. Allah sebagai Allah yang Missioner

Apa yang menjadi tema utama Alkitab?  Apakah kita memberi penekanan yang sama pada missi sebagai mana yang Allah Lakukan?  Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam artikel “Our Missionary God—What’s God main purpose in the world and in history? Oleh Caleb Project.  Tema utama Alkitab tentu saja dapat dilihat dari sudut pandang keberadaan Allah sebagai Allah yang missioner.  Tujuan missioner Allah adalah untuk memperoleh dan memulihkan bagi dirinya sendiri sebuah umat dari setiap bangsa di bumi (Our Missionary God, 2000)

Namun demikian, Gnanakan melihat missi sebagai ‘tindakan Allah di dalam keseluruhan sejarah, and sebagai keterlibatan gereja dalam pemenuhan rencana Allah bagi KerajaanNya’ (1989, hal 113).  Itulah sebabnya di bagian awal dari bukunya digunakan untuk menelusuri sejarah gerkan missioner dalam abad ke 20.  Sekalipun Israel telah gagal dan gereja telah gagal, dalam bbeberapa cara, Allah dalam kemahakuasaaannya terus membangun kerajaanNya melalui gereja.  Tindakan Allah seharusnya dilihat sebagai interaksi dari masa lalu, masa kini dan masa depan.  Masa depan dari PL, di satu sisi, telah tiba dengan kedatangan Mesias, tetapi di sisi lain, Kerajaan Mesianic masih akan dibangun secara penuh di masa depan.  


2. Kerajaan Allah

Tema Kerajaan dicakup secara umum dalam berbagai survey ats Alkitab atau buku-buku evangelisme atau misi.  Sebagai contoh, Griffith dalam bukunya Old Testament Survey(Griffith, 1992) memberi satu bagian dari bukunya untuk membicarakan tema Kerajaan dan Pemerintahan Allah.  Buku ini adalah survey yang menyeluruh tentang PL yang ditujukan bagi murid-murid di sekolah Alkitab yang tradisional.  Tujuannya adalah untuk menolong para murid untuk merangkum inti dari keseluruhan PL.  Tema-tema dan Misiologi bukan perhatian utama dalam buku ini.

Salah satu buku dari John Stott’s berjudul The Contemporary Christian juga menyinggung tema Kerajaan di bawah bjudul “Kerajaan datang dan sedang dating.  Sementara Van engen mengatakan bahwa kerajaan Allah menyediakan kebutuhan “kesatuan ide” dalam PL.

Sementara menurut Graeme Goldsworthy, tema kerajaan dapat dikenali bahkan di taman Eden, karena kerajaan diartikan olehnya sebagai ‘umat Allah (Adam dan Hawa) di tempat Allah (Taman Eden) di bawah pemerintahan Allah (Firman Allah).


3. Perjanjian

Kadang-kadanag kita mendapat kesan bahwa ada perjanjian yang berbeda dengan orang yang berbeda di zaman yang berbeda, seperti Perjanjian dengan Abraham atau Perjanjian dengan Daud.  Apakah ini adalah satu perjanjian dalam conteks dan bentuk yang berbeda, atau ini adalah perjanjian yang berbeda dengan orang-orang yang berbeda, hal ini samapi pada taraf tertentu bergantung kepada interpretasi individu.

William Dyrness dalam bukunya Themes in Old Testament Theology (1997) menyatakan bahwa sarjana-sarjana Alkitab sekarang percaya bahwa ide perjanjian dapat dikenali sejak sangat dini dalam PL.  Ini adalah hasil dari studi-studi belakangan ini dalam “Hukum Ketimuran dan perjanjian-perjanjian”.  Dyrness memulai dengan perjanjian dengan Nuh.  Demikian juga Dumbrell dalam bukunya Covenant and Creation: A Theology of the Old Testament Covenantrs, juga mulai pembahasannya pada perjanjian dengan Nuh pada bagian awal di Bab I bukunya.

Namun demikian, Van Engen (1996, hal 79) kembali ke belakang pada perjanjian dengan Adam dalam Kejadia 3:9-21.  Dia menyebutnya sebagai “serial dari penyataan perjanjian dalam konteks”.  Dia sejak awal telah memberi judul sub-bab sebagai ‘Perjanjian: Sama Makna, Banyak Bentuk”.  

Bagi Van Engen, ‘penyataan perjanjian’-nya meliputi penyataan terhadap Adam, Nuh, Abraham, Musa, Daud dan Yesus.  Bagi Dyrness, walaupun dia tidak mulai dari ‘perjanjian dengan Adam’, dia telah berkata bahwa ‘ ide perjanjian sudah ada secara tidak langsung dalam janjinyang dibuat kepada Adam dan Hawa dalam Kej 3:15, dan itu dicerminkan dalam janji kasihkarunia Allah kepada Kain (Kej 4:15) dalam memberi tanda kepadanya sehingga tidak ada yang akan membunuhnya.

Satu cara yang baik untuk melihat hal tersebut adalah dengan memperlakukannya sebagai rangkaian cerita bersambung dari cerita yang sama.  Sebuah episode yang diharuskan ke arah akhir dari cerita tersebut adalah ditanam pertama kali sebagai benih pada permulaan.  Dalam hal ini, plot cerita adalah bahwa Seorang Pahlawan menebus pengantin perempuannya yang telah jatuh.  Kedua karakter ini digambarkan pada awal pemamparannya.  Begitulah ceritanya.

Semua murid yang belajar PL harus menyadari dua hal.  Pertama, karena keterbatasan ruang dan waktu, kita biasanya menghadapi resiko terlalu menyederhanakan atau mengabaikan bagian-bagian tertentu dari pokok persoalan.  Ada sedikit pilihan tetapi harus diseleksi.  Kedua, Tema-tema dalam Kitab Suci adalah rumit dan bervariasi.  Cara kita memandangnya tergantung pada posisi yang kita ambil dan maksud dari studi kita, yang salah satunya dalah Missiologi.


Muatan Missiologi dalam PL

/ Sejak pemberontakan para malaikat dan kejatuhan manusia, Allah telah menjangkau manusia untuk membawa manusia kembali kepada diriNya dan memulihkan Kerajaannya.  Manusia, khususnya dalam sejarah PL, tampil untuk tenggelam semakin rendah dan tercampak semakin jauh dari Allah penciptanya.

Figure 4 adalah gambaran dari situasi tersebut.  Garis horizontal adalah garis waktu.  Sejarah manusia mulai dari penciptaan Adam dan Hawa dan berakhir dengan Kedatangan Kristus yang kedua.Apa yang terjadi di antara kedua garis waktur itu adalah sejarah keselamatan maupun sejarah manusia.


Pertama, Kejadian mulai dengan penciptaan Langit dan Bumi.  Kemudian Taman Eden dibuat dan Allah menempatkan manusia di sana.  Kejatuhan manusia sekarang adalah cerita yang sudah akrab di telinga kita.

Pada Zaman Nuh, manusia tenggelam begitu dalam sehingga Allah memutuskan untuk menghapus segala sesuatu dengan banjir dan mulai dengan manusia yang bersih.  Tapi, permulaan yang baru ini tidak menolong.

Pada Kej 11 manusia mulai membangun menara yang tinggi untuk menantang Allah lagi.  Sekarang Allah memutuskan untuk mengacaukan bahasa manusia dan menyerakkan mereka sehingga tidak mampu bersekongkol dan memeberontak.  Jika kita mendefinisikan pemberontakan sebagai upaya untuk menyamai Allah, maka ada tiga jenis pemberontakan dalam Kitab Suci dalam Sejarah Purbakala:

  1. Pemberontakan malaikat-malaikat dipimpin oleh Lucifer

  2. Pemberontakan Adam dan HAwa atas hasutasn setan

  3. Pemberontakan manusia di menara Babel dimotivassi oleh keinginan memuliakan diri sendiri.




ALLAH










Manusia: Adam dan Hawa




Banjir – Kej 6

  Menara Babel – Kej 11

    Panggilan Abraham – Kej 12:1-3

      Patriarkh

        Keluaran dan

          Pengembaraan di Padang Gurun

            Hakim-hakim

              Raja-raja & nabi-nabi

                Pembuangan dan kembali 

                  Masa Diam

        Y e s u s :   A l l a h    m e n j a d i   m a n u s i a


Kedatangan Kedua


Figur 4: Rencana Allah Menjangkau Manusia




Kemudian kita mempertimbangkan Abraham, Musa dan Daud.  Keturunan Abraham tinggal di Tanah Perjanjian untuk sementara tetapi harus pindah ke Mesir karena kelaparan.  Di Mesir mereka berkembang menjadi bangsa yang besar, tetapi ketika situasi politik berubah, mereka harus dibebaskan dari perbudakan oleh Musa sesuai dengan panggilan Allah.  Segera sesudah keluar dari Mesir, umat itu mulai menyalahkan Musa.  Kettka Musa menghabiskan banyak waktu bersama dengan Tuhan di gunung, umat tersebut kembali menyembah dewa-dewa Mesir.  Karena ketidaktaatan mereka, mereka menghabiskan waktu empat puluh tahun di padang gurun hingga Yoshua mengambil alih kepemimpinan.

Sesudah memasuki tanah Perjanjian, keadaan umumnya memburuk dibawah hakim-hakim.  Bahkan dengan kepemimpinan terpusat pada raja, keadaan tidak tertolong.  Pertama, raja Saul bekerja dengan baik.  Tapi dia harus digantikan oleh Daud karena memberontakj melawan Allah.  Kemudian perjanjian dengan Daud dibuat.  Dalam 2 Samuel 7:16 Allah berjanji pada Daud “Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya deihadapanKu, tahtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.”

Sesudah Salomo, anak Daud mengambil alih tahta, kerajaan terpecah menjadi Israel di utara dan Yehuda di Selatan.  Mereka tidak setia dengan Perjanjian Allah dan berulangkali diperingatkan oleh para nabi.  Akhirnya, kedua kerajaan ini ditaklukkan oleh kekuatan-kekuatan asing, dan dibuang sebagaimana diramalkan oleh para nabi dan hanya sisa dari kerajaan Selatan yang kembali.


































Pandangan kaum Reformed


Seorang teolog Reformed (Stevri Lumintang) mengatakan bahwa definisi teologi yang benar adalah sebagaimana yang dianut oleh teolog abad pertengahan bahwa teologi adalah “Deum docet, Deo docetur dan Deum ducet” (Theology teaches God, is taught by God and leads to God/teologi mengajarkan tentang Allah, diajar oleh Allah dan memimpin kepada Allah) (Verkuyl, 1987:190).  Definisi menegaskan mengenai missio Dei bahwa Allah adalah Inisiator, Eksekutor dan Dinamisator misi.  Menurut Lumintang definesi ini mangandung dua sisi: pertama, teologi mengajarkan tentang Allah (sisi teologi) dan sisi kedua ialah teologi memimpin orang kepada Allah (sisi berteologi dalam misi).  Dengan demikian, teologi yang tidak berfungsi memimpin orang kepada Allah, tentu bukanlah teologi, dan sebaliknya misiologi yang tidak berdasarkan teologi bukanlah misiologi Kristen.

Sejak tahun 1961, teologi misi menjadi salah satu disiplin ilmu melalui buku Theology of the Christian Mission yang diedit oleh Gerald Anderson.  Sepuluh tahun kemudian, Gerald Anderson mendefinisikan bahwa teolohi misi adalah: berkenaan dengan presuposisi-presuposisi yang mendasar, prinsip-prinsip yang menentukan, dari pandangan or4ang Kristen, motif-motif, berita, metode, strategi dan tujuan-tujuan misi sedunia”.

Selanjutnya, Lumintang berpendapat bahwa Teologi Kristen merupakan dasar dari semua pemahaman dan praktek Kristen termasuk misi Kristen.  Selain itu, teologi itu juga berfungsi untuk mengontrol konsep dan praktek misi Kristen.  Penyimpangan konsep dan praktek misi Kristen, bukan berakar pada penyimpangan visi, berita, proses dan tujuan, melainkan berakar pada penyimpangan teologinya.  Teologi menolong misiolog dan atau misionaris untuk memotivasi, memberi petunjuk (guide line), mengontrol dan mengevaluasi pemahaman dan pelaksanaan misi Kristen.


1. Karakteristik Teologi Misi

Van Engen mengatakan ada lima karakteristik teologi misi, bahwa teologi misi adalah multi disiplin ilmu, integrative, defisional. Analitis dan penuh kebenaran (1996:17).  Lumintang memandang perlu unutk menambahkan satu karakteristik: yaitu: teologi haruslah bersifat Kristo-sentris.


  1. Teologi misi bersifat Kristo-sentris.  Sifat ini ditekankan oleh misiolog Reformed (Moreau 2000:815).  Kristus menjadi pusat baik teologi misi maupun berteologi dalam misi.

  2. Teologi misi bersifat multidisiplin Ilmu.  Karena teologi misi berurusan dengan word dan deed, maka itu teologi berkaitan erat dengan semua disiplin ilmu teologi (biblika, sistematika, historika, praktika).  Dan semua disiplin ilmu umum seperti sosiologi, antropologi, psikologi, kepemimpinan, studi agama-agama, dan lain.  Semua disiplin ilmu umum ini dipakai dalam pengertian ancila theologiae, yaiotu alat teologi misi.

  3. Teologi misi bersifat integrative, yaitu suatu integrasi dari tiga wilayah studi teologi misi, yaitu integrasi antara teks (pemahaman biblika atau teologis) dengan diterapkan dalam suatu aktifitas misi komunitas tertentu, serta dengan konteks dimana teks dapat diterapkan dalam tempat dan waktu tertentu (Van Engen 1996:22).

  4. Teologi misi bersifat definitive, artinya teoplogi misi yang dapat dijelaskan artinya dan teologi misi yang dapat dibedakan dengan yang bukan teologi misi.

  5. Teologi misi bersifat analitis, yaitu teologi misi yang unsure-unsurnya dikemukakan oleh Anderson, yaitu menganalisa presuposisi  misi, arti misi, motif-motif misi, beirtsa misi, metode misi, strategi-strategi dan sasaran misi.  Semuanya harus diperiksa secara teologis.

  6. Teologi misi bersifat penuh kebenaran, karena itu teologi misi merupakan suatu usaha penelitian dengan memperhatikan validity dan reliability (Van Engen 1996:30).


Teologi Misi Reformed


Prinsip dasar dari iman Reformed adalah kedaulatan Allah.  Doktrin kedaulatan Allah ini telah mengalami pembahasan teologis yang sangat panjang.  Kita tidak akan membahas hal tersebut disini.  Namun, beberapa pemahaman dasar Reformed adalah bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat, Allah yang mempredestinasi beberapa orang berdosa dan malaikat untuk kehidupan yang kekal dan menetapkan yang lainnya untuk kematian kekal.  Kedaulatan Allah dinyatakan lewat karya penciptaanNya.  

KedaulatanNya juga dimanifestasikan lewat karya providensi Allah yang berdaulat.  Ada tiga aspek dalam karya providensi Allah.  Pertama, adalah perlindungan atau pemeliharaan Allah.  Allah melindungi dan memelihara segala sesuatu yang telah Ia ciptakan.  Kedua ialah kerjasama, dimana Allah bekerjasama dengan ciptaanNYa dalam setiap tindakan, mengarahkan semuanya dan menyebabkan semua bertindak, bergerak dan berpengaruh.  Ketiga ialah pemerintahan, yaitu tindakan Allah secara terus menerus di mana Ia memerintah dan memelihara segala sesuatu secara teleologis, sehingga segala sesuatu dijamin untuk mencapai maksudNya yang baik.  

Kedaulatan Allah juga diperlihatkan dalam karya penyelamatan.  Keselamatan adalah bagian utama dari karunia Allah kepada orang berdosa.


Kedaulatan Allah dan Misi dalam Perjanjian Lama

1. Kedaulatan Allah dalam Misi Penciptaan

Berdasarkan Katekismus Besar Westminster, pertanyaan nomor 14 “Bagaimana Allah melaksanakan keputusanNya?  Jawabannya ialah Allah melaksanakan keputusanNya di dalam pekerjaan penciptaan dan providensia, sesuai dengan pengetahuanNya yang tidak dapat salah dan pertimbangan kehendakNya sendiri yang bebas dan tidak berubah.”


a. Kedaulatan Allah dalam Penciptaan sebagai Dasar Misi Inklusif

Pengakuan iman gereja-gereja Reformed mengenai penciptaan menyatakan bahwa:

Oleh kesukaan Allah BApa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus (Roma 11:36; 1 Kor 8:6; Ibr 1:2; Yoh 1:1-3; Kej 1:2; Ayub 33:4), bagi pemanifestasian kemuliaan, kuasa, hikmat dan kebaikanNya yang kekal. (Roma 1:20; Yer 10:12; Mzm 104:24; 33:5), pada mulanya, menciptakan atau membuat dari yang tidak ada, dunia dengan segala isinya, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, selama enam hari lamanya, dan semuanya adalah sungguh amat baik (Kej 1:1-31; Mzm 33:6; Ibr 11:3; Kol 1:16; Kis 17:24; Kel 20:11)

Penciptaan tidak bisa dipisahkan dari kedaulatan Allah, karena keputusan untuk menciptakan adalah keputusan Allah semata, dan Ia mengoperasikan segala ciptaanNya dengan kebebasanNya yang penuh.  Sedangkan penciptaan manusia adalah penciptaan yang khusus karena manusia diciptakan menurut gambara Allah.  Allah tidak menciptakan orang khusus, tidak ada diskriminasi, karena semua manusia adalah ciptaan berdasarkan gambar Allah.  Hal ini menjadi dasar perwujudan misi Allah untuk semua orang.  Misi Allah adalah bersifat inklusif, bukan untuk sekelompok orang saja atau untuk orang beragama tertentu, melainkan untuk semua orang.

Lebih lanjut pandangan Reformed tentang penciptaan dituangkan dalam Pengakuan Belgia, artikel nomor 12:

Kami percaya bahwa Allah Bapa menciptakan langit dan bumi dan semua ciptaan yang lain dari tidak ada materi menjadi ada, pada waktu itu, ciptaanNya adalah sungguh amat baik di mataNya, melalui perkataan—oleh AnakNya.  Ia telah memberikan kepada semua ciptaanNya keberadaan mereka, bentuk dan penampakan mereka, dan peran yang berbeda-beda untruk melayani Pencipta mereka.  Bahkan pada masa kini, Ia juga menopang dan memerintyah semuanya, sesuai dengan providensiNya yang kekal, dan oleh kuasaNya yang tidak terbatas, …supaya manusia boleh melayani Allah.

Pengakuan ini mengungkapkan beberapa prinsip dasar misologis:

  1. Karya penciptaan bukan hanya karya Allah Bapa, melainkan juga karya Allah Anak

  2. Semua ciptaan adalah ditopang dan diperintah oleh Allah.  Allah berdaulat atas ciptaanNya.  Ini memberi dasar bagi misi Allah untuk semua ciptaanNya.

  3. Mengarahkan semua pihak dan instrument untuk melayani Allah.  Sasaran misi adalah membawa semua orang dan ciptaan yang lain untuk melayani Allah.  Dalam hal ini, misi bukanlah tujuan tertinggi, melainkan sebagai alat yang membawa semua melayani Allah.


b. Penciptaan sebagai Titik Berangkat Aktualisasi Misi Allah

Awal dari laporan Alkitab memberitakan bahwa pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.  Allah sebagai asal mula dari semua yang ada, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.  Segala sesuatu berasal dari padaNya.  Dengan demikian, misi Allah harus dimulai, bukan dari setelah kejatuhan manusia dalam dosa seperti pada umumnya orang berpikir, bukan juga pada daftar nama bangsa-bangsa dalam Kej 10 seperti yang dikemukakan oleh Verkuyl, bukan juga dari pemanggilan Israel sebagai umat pilihan Allah, juga bukan dari pelayanan Yesus, melainkan harus dimulai dari penciptaan dunia ini dengan segala isinya.


2. Kedaulatan Allah dalam Misi Penyataan DiriNya

a. Pengertian mengenai Penyataan Allah

Penyataan Allah tindakan Allah dalam hal menyingkapkan atau membuka diriNya kepada manusia.  Allah membuka cadar atau selubung yang menghalangi manusia untuk menyatakan dan memperkenalkan dirinya kepada manusia, sehingga melalui tindakan tersebut, manusia dimungkinkan beroleh pengenalan akan Allahnya dan dapat bersekutu denganNya.


b. Kedaulatan Allah dalam  Penyataan DiriNya sebagai Dasar Misi

Pandangan reformed tentang penyataan Allah tertuang dalam Confessio Belgica, artikel 2, bahwa Allah menyatakan diriNya dalam dua modus:

Pertama, Allah menyatakan diriNya melalui penciptaan, pemeliharaan, dan pemerintahan atas dunia ini.  Karena dunia di depan mata kita seperti satu buku indah, dimana semua ciptaan, besar dan kecil adalah seperti huruf-huruf yang menjadikan kita memikirkan hal-hal yang tidak nampak dari Allah, yaitu kuasaNya yang kekal, dan ketuhananNya, seperti apa yang dikatakan oleh Paulus dalam Roma 1:20.

Kedua, Ia memperkenalkan diriNya kepada kita dengan lebihterbuka melalui perkataanNya yang kudus dan ilahi, sejauh yang kita perlukan dalam kehidupan kita, bagi kemuliaanNya dan perwujudan keselamatanNya

Pengakuan di atas mengungkapkan beberapa hal:

Pertama: Allah menyatakan dirinya dalam dua penyataan: penyataan umum dan penyataan khusus..  Kedua, Allah sajalah yang membuat manusia mengenal diriNya, yauitu melalui penyataan umum dan terlebih melalui penyataan khusus.  Hal ini memberikan implikawsi bagi kemurnian dan semangat misi, dengan jaminan bahwa Allah sajalah yang membawa orang kepada diriNya,.  Inilah kedaulatan Allah dalam penginjilan. Ketiga, Alkitab adalah penyuataan Allah secara khusus, bertujuan untuk menyatakan kemuliaan Allah dan keselamatan manusia.

Implikasi dari penyataan Allah secara umum ialah: Pertama, penyataan umum menyediakan kerangka kontekstualisasi dengan menemukan point of contact yang ada dalam penciptaaqn untuk memahami penyataan khusus.  Kedua, penyataan umum memberikan pijakan untuk membangun komunikasi yang bersifat dialogis dengan orang beragama bukan Kristen.  Sedangkan penyataan khusus memberikan implikasi bagi tugas misi gereja dalam hal proklamasi Injil dan perbuatan kasih sebagai buah dari Injil.


c. Tujuan Penyataan Allkah sebagai Tujuan Misi Allah

Tujuan penyataan Allah yaiotu supaya manusia mengenal Allah, mengerti kehendakNya, mengabdikan diri kepada Dia dan tahu mempergunakan semua ciptaan Allah untuk memuliakan Allah.  Tujuan tertinggi penyataan Allah adalah bukanlah untuk mencapai kebahagiaan manusia, melainkan untuk kemuliaan dan kehormatan kepada Allah sendiri (Roma 11:36).  Tujuan Penyataan Allah secara umum ini sesungguhnya mengungkapkan tujuaN teologi Kristen secara umum, yaitu untuk mengenal Allah supaya dapat mengabdikan diri kepada ALLAH.  Tujuan ini belum menyentuh tiujuan pengenalan Allah yang menyelamatkan.

Maksud poenyataan khusus adalah memperjelas penyataan umum yang menjadi kabur karena dosa, sekaligus menerangkan kerja Allah dalam memperbaiki dan menyempurnakan segala sesuatu.  Penyataan khusus bermuara dalam diri dan melalui karya perantaraan Kristus.


3. Kedaulatan Allah dalam Misi Perjanjian Penebusan Israel untuk Semua Bangsa


a. Perjanjian Allah sebagai Manifestasi Kedaulatan Allah

Ada dua kata kunci dalam Alkitab untuk menjelaskan perjanjian, yaitu berit (Ibrani) dan  diatheke (Yunani).  Kedua kata ini biasanya menjelaskan tentang tindakan atau rityus perjanjian atau persepakatanm antar dua belah pihak.  Masih banyak istilah lain dalam Alkitab tentang perjanjian, di antaranya: perjanjian kasih katrunia (hesed), perjanjian persahabatan atau kebaikan (toba), perjanjian damai (salom), perjanjian kekayaan (yada).  Kata yang berhubungan erat dengan berit, yaitu karat.  Karat berit berarti “membuat perjanjian” yang apabila diawali dengan preposisi le atau im, maka perjanjiaqn tersebut5 dimaksud adalah perjanjian sepihak dari Yang Tertinggi, yakni Allah.  Perjanjian ini juga menuntut partisipasi umat seperti yang dimakswudkan dengan pemakaian kata-kata lain yang berhubungan dengan berit, yaitu: mendirikan (heqim), memberi (natan), mendeklarasikan (higgid), bersumpa (nisba), memerintah (siwwa).  Konsep perjanjian ini sudah ada dalam sejarah masyaraklat Timur Dekat.  F.C. Fensam menulis enam perjanjian, yang tentu bukan dimengerti seperti yang dimengerti oleh kaum dispensasional.  Fensham tidak memulai dengan perjanjian Adam (Kej 2:16-17; 3:15), melainkan perjanjian dengan Nuh (Kej 6:18; 9:8-17), perjanjian dengan Abraham (Kej 15 dan 17), perjanjian Sinai (Kel 24), dan perjanjian Daud (II Samuel 7; Mazm 2 dan 110), dan perjanjian dalam konteks Perjanjian Baru (diatheke), yang dikemukakan dalam konteks Perjamuan Tuhan (Mark 14:22-25; 1 Kor 11:23-25), mengungkapkan mengenai penggenapan semua perjanjian sebelumnya dei dalam dan melalui Tuhan Yesus (Gal 3:13). Semua perjanjian itu menyatakan kedaulatan Allah, karena semuanya diprakarsai oleh Allah dan digenapin oleh Allah juga.  Perjanjian ini berpusat pada Allah. Karena itu, perjanjian ini dikenal sebagai perjanjian yang berdaulat.


b. Perjanjian Allah sebagai Dasar Misi

Sebagaimana penciptaan, penyataan Allah adalah inisiatif Allah dan menjadi dasar bagi proklamasi kedaulatan Allah, maka demikian juga dengan perjanjian Allah.  Perjanjian Allah menjadi teologi yang sangat penting dalam teologi Reformed.  Zwingli menekankan perjanjian Allah dengan Abraham sebagi suatu model hubungan antara Allah dengan orang percaya.  Bullinger berpendapat bahwa seluruh Kitab Suci harus dilihat dalam terang perjanjian Allah dengan Abraham, di mana Allah dengan anugerahnya memberikan diriNya kepada manusia dan menuntut manusia hidup sesuai dengan kehendakNya.

Pemahaman Reformed lebih lanjut tentang teologi perjanjian dan implikasi misiologisnya terlihat dalam Pengakuan Imannya:

Perbedaan antara Allah dengan ciptaan adalah demikian besar…, tetapi melalui beberapa tindakan di mana Allah merendahkan diri dengan penuh kesukaan, Ia mengekspresikan dengan cara membuat perjanjian (Yes 40:13-17; Ayub 9:-32-33; Maz 113:5-6; Luk 17:10; Kis 17:24-25).  Perjanjian Pertama yang dibuatnya adalah perjanjian kerja (Kej 2:16-17; Hos 6:7; Gal 3:12).  …dengan syarat yaitu ketaatan yang sempurna dan yang bersifat pribadi (Kej 2:17; Gal 3:10).  Namun karena Kejatuhan manusia dalam dosa, menmjaiklan dirinya tidak memiliki kemampuan memenuhui perjanjian itu, dan Tuhan membuat suatu perjanjian yang kedua (Gal 3:21; Roma 3:20-21; 8:3), secara umum disebut perjanjian anugerah; di mana Ia dengan bebas menawarkan kepada manusia yang berdosa, kehidupan dan keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus, yang menuntut dari padanya iman kepadaNya, maka mereka dapat diselamatkan (Yoh 3:16; Roma 10:6, 9; Why 22:17), dan berjanjia untuk memberikan kepada mereka semua yang telah ditentukan, kehidupan kekal, melalui pekerjaan Roh Kudus yang membuat mereka menjadi rela dan mampu percaya (Kisah 13:48; Yeh 36:26-27; Yoh 6:37). (The Westminster Confession of Faith, Chapter VII, 1-3)

Lumintang berpendapat bahwa rumusan di atas menegaskan bahwa perjanjian ini menyatakan tentang kedaulatan Allah, karena: 1) Pada sastu sisi, perjanjian ini adalah perjanjian kebahagiaan bagi yang menaatinya, dan di sisi lain adalah hukuman bagi yang tidak menaatinya.  2) Allah yang berinisiatifd mengadakan perjanjian dengan manusia dan Ia setia kepada perjanjianNya, serta memnuhi semua perjanjian itu.  3) Kedaul;atan Allah menghendaki adanya perjanjian anugerah setelah kegagalan dan ketidakmampuan manusia terhdap tuntutan perjanjian kerja.  Perjanjian anugerah ini menyatakan kebaikan Allah yang tertinggi dan juga menyatakan ketidakberdayaan manusia secara mutlak.

c. Perjanjian Penebusan Allah dan Misi Sedunia

Setelah penciptaan, Allah sendiri mengkomunikasikan kehendakNya kepada Adam dan Hawa dalam bentuk perjanjian (Kej 2:16-17).  Namun manusia memberontak kepada Allah dan jatuh dalam dosa, dan dengan demikian memberontak kepada perjanjian Allah.  Allah berinisiatif untuk mencari mereka dan memberikan janji penebusan yang berbunyi “keturunan perempuan ini akan meremukkan kepala ular” (Kej 3:15).  Inilah yang disebut dengan perjanjian anugerah.  Perjanjian anugerah ini secara implicit disebut protoevangelium, yang menerangkan mengenai penebusan yang akan disediakan kemudian di dalam dan melalui Yesus Kristus. Protoevangelium menyatakan kedaulatan Allah atas setan dan dosa.  Gnanakan berkomentar bahwa kedaulatan Allah atas setan dan dosa itu diwujudkan pada suatu waktu nanti melalui kehadiran Tuhan Yesus yang aplikasinya adalah bersifat universal, untuk seluruh dunia, yaitu untuk semu keturunan Hawa. Hal ini menjadei pandangan misis yang inklusif.

Mengenai hubungan perjanjian dengan misi Allah, Charles van Engen menunjukkan enam wujud perjanjian Allah dengan umatNya dalam perspektif misi Allah untuk semua manusia di dunia:

  1. Adam: Perjanjian dan kemenangan yang mutlak atas kejahatan (Kej 9-21)

  2. Nuh: Perjanjian dan pemeliharaan semua makhluk hidup (Kej 6:17-22; 9:1-17)

  3. Abraham: Perjanjian dan pemilihan keturunan Abraham untuk kepentingan bangsa-bangsa (Kej 12, 15, 17).  Kita juga harus memasukkan disini perwalian dari hubungan yang bersifat perjanjian, baik kepada semua makhluk maupun secara khusus kepada pribadi, yaitu Ishak—Kej 26:3-5; dan dengan yakub—Kej 28:13-15.

  4. Musa: Perjanjian dan hukum Taurat, kepada suatu bangsa yang dibentuk (Kel 2:24; 19:4-6; 20:1-17) … Allah menyatakan untuk membuat dari Musa “suatu bangsa yang besar” secara khusus dalam hubungannya dengan perjanjian yang dibuat sebelumnya kepada Abraham…

  5. Daud: Perjanjian dan pemerintahan Daud –suatu kerajaan (1 Taw 16:15-17; 17:1-27; parallel dengan II Sam 7:1`-29; 23:5…)

  6. Yesus Krsitus: Perjanjian dan Roh Kudus, penebusan sekali untuk selamanya, gereja, kerajaan sudah datang dan sedang datang (Yes 54:10; 55:3; Yer 4:3-4…). 


Mengenai Perjanjian Allah dengan Abraham, Joh R.W. Stott berpikir “theosentris”mengenai perjanjian tersebut, dan menegaswkan lima pokok tentang Allah:

Pertama, Ia adalah Allah sejarah … Karena Allah sedang bekerja dalam waktu, berdasarkan rencana yang Ia telah buat pada masa lalu dalam kekekalan dan akan digenapi pada masa yang akan datang dalam kekekalan…

Kedua, Ia adalah Allah Perjanjian… Itu merupakan perjanjian yang agung dan Ia selalu menepati perjanjian yang dibuatNya.

Ketiga, Ia adalah Allah berkat… Prinsip dan karakteristik dari pekerjaanNya adalah untuk memberkati orang dengan keselamatan.

Keempat, Ia adalah Allah yang penuh anugerah,.,.,. KArena kitab Suci mengajarkan mengenai kenyataan adanya hal yang mengerikan dan kekekalan neraka, namun Alkitab juga menyatakan bahwa bagaimanapun juga, orang-orang tebusan akan bersifat mendunia menjadi jumlah yang besar sekali dan tak terhitung jumlahnya.

Kelima, Ia adalah Allah misi.  Bangsa-bangsa tidak akan dikumpulkan secara otomatis.  Jika Allah telah berjanjia akan memberkati “semmua keluarga di bumi”, Ia berjanji untuk melakukannya melalui keturunan Abraham (Kej 12:3; 22:18).


4. Kedaulatan Allah dalam Misi Pemilihan Umat Israel

Pemilihan merupakan ide Alkitabiah.   Berkhoff mengemukakan mengenai tiga pengertian tentang pemilihan.  Per4tama, pemilihan Israel sebagai suatu bangsa yang memiliki hak istimewa di hadapan Allah dan sebagai bentuk pelayanan yang klhusus (Ul 4:37; 7:6-8; 10:15; Hosea 13:5).  Kedua, pemilihan pribadi-pribadi, berkenaan dengan tugas dan jabatan, seperti pemilihan Musa (Keluaran 3), pemilihan imam-imam (Ul 18:5), pemilihan raja-raja (1 Sam 10:24; Maz 78:70); pemilihan nabi-nabi (Yer 1:5); dan pemilihan rasul-rasul (Yoh 6:70; Kis 9:15).  Ketiga, pemilihan pribadi-pribadi tertentu untuk menjadi anak-anak Allah untuk menjadi ahli waris kerajaan yang kekal (Mat 22:14; Roma 11:5; 1 Kor 1:27, 28; Ef 1:4; I Tes 1:4; 1 Pet 1:2; II Pet 1:10).


a. Kedaulatan Allah dalam Pemilihan Israel sebagai Dasar Misi

Pada umumnya orang berpendapat bahwa pemilihan Israel berakara pada pemilihan dan pemanggilan Abraham, namun menurut penulis, pemilihan Israel  berakar pada penciptaan.  Karena itu pemahaman misi Allah dalm pemilihan Israel haruslah bertolak dari pemahaman tentang misi dalam penciptaanNya.  Misi pemilihan Allah atas Israel adalah kontinuitas dari misi pe3nciptaan Allah atas segala sesuatu.  Pada hakekatnya, pemilihan Allah atas Abraham dan Israel berakar pada penetapan Allah dalam kekekalan (Mzm 33:11; Ef 1:11; Ibrani 6:17).  Inilah kedaulatan Allah yang nyata dalam pemilihan dan pemangghilan Abraham (The Westminster Confession of Faith, III, 1).

Kedaulatan Allah dalam pemilihan Abraham dapat dipahami melalui tiga hal.  Pertama: Pemilihan (Kej 12) menyatakan kedaulatan Allah atas sejarah dunia secara umum, yaitu melalui dan nuntuk semua orang.  Pemilihan, selain merupakan salah satu peristiwa yang terjadi dalam sejarahj kehidupan umat manusia, juga sebagai kontinuitas dari semua peristiwa sejarah yang terjadi sebelumnya, seperti penciptaan, kejatuhan dalam dosa, peristiwa air bah, perist5iwa menara Babel (Kejn 1-11).

Kedua, Pemilihan menyatakan kedaulatan Allah atas sejarah dunia secara khusus, yaitu melalui satu orang dan satu bangsa untuk semua bangsa di dunia.  Ketiga, pemilihan Abraham ini menyatakan mengenai mandat Allah bagi Abraham untuk menjadi misionaris Allah dalam konteks masyarakat yang rusak oleh dosa.


b. Pemilihan Satu Orang dan Satu Bangsa untuk Bangsa-bangsa

Teks tentang pemilihan Abraham (Kej 12:1-3) diawali dengan teks tentang daftar bangsa-bangsa (Kej 10:1-32; 11:10-32).  Daftar nama-nama bangsa ini adalah sangat penting untuk memahami motif misi Allah dalam Perjanjian Lama.  Karena itu, menurur Verkuyl:

Semua bangsa diciptakan oleh tangan Allah yang kreatif dan semuanya berada di bawah pengawasan mataNya yang menghakimi bangsa-bangsa tidaklah hiasan yang muncul secara kebetulan dalam drama antara Allah dan manusia; bangsa-bangsa itu adalah manusia sebagai keseluruhan, yang menjadi bagian dari drama itu sendiri.  Pekerjaan dan Aktifitas Allah secara langsung diarahkan kepada seluruh manusia.

J. Herbert Kane menulis pokok ini sebagai berikut: “Abraham dan Israel tidak dipilih oleh Allah untuk kepentingan Allah sendiri, namun untuk maksud yang lebih luas ialah untuk keselamatan dunia … rencana Allah adalah untuk menebus dunia yang berpusat kepada Kristus.”  Pemilihan memiliki tiga maksud, seperti komentar Kane:

Pertama, Israel menjadi penerima dan perintis penyataan Allah secara khusus kepada dunia (Ibr 1:1-3).  Kedua, Israel menjadi saluran yang mana penebus masuk dalam sejarah manusia.  Ia adalah anak Abraham (Mat 1:1), dari suku Yehuda (Kej 49:10), dari rumah Daud (Rom 1:3).  Ketiga, Israel adalah hamba Allah (Yes 44:1-2)_ dan saksi (Yes 43:10) di tengah-tengah bangsa.

Sekali lagi, Kej 12:1-3 ini merupakan titik berangkat untuk memahami misi Allah dalam dunia, yaitu misi kepada bangsa-bangsa melalui Abraham, orang pilihanNya, dan Israel, bangsa pilihanNya.

















Teologi Misi Dari Katolik Roma


Menurut buku yang ditulis oleh Donald Senior, C.P. dan Carroll Stuhlmueller, C.P, The Biblical Foundations For Mission


Dasar-dasar untuk Misi dalam Perjanjian Lama.  Pembahasan dalam lima bab, yaitu:

Bab 1: Dari pembebasan Sekuler ke Sejarah Keselamatan dan DuniaMisi

Bab 2: Proses Akulturasi Alkitabiah 

Bab 3: Tantang kenabian atas humanisasi

Bab 4: Pemilihan Israel dan Keselamatan Dunia

Bab 5: Doa Israel dan Misi Universal


Dalam Bab I, penulis buku ini memperlihatkan bahwa adanya alur yang bergerak dari pemilihan Israel menuju kepada tanda-tanda universalisme.  Hal ini dimulai dari pemilihan Israel yang diungkapkan sebagai pemisahan yang dilakukan Allah (Kel 19: 3-6 baca).  Bahkan kasih Allah atas Israel dinyatakan dengan perintah kepada Israel untuk melakukan Perang Suci, sebagaimana ditulis dalam Ul 7:1-2, 6-8 (baca!!)   Lalu bagaimana kita bisa menemukan kebijakan misi di dalam pandangan yang ekslusif ini dan bahkan penolakan orang asing dengan kekerasan?  Menurut penulis, ini terlihat dalam keturunan bangsa-bangsa dalam Kej 9 – 10, dimana Israel adalah berasal dari keturunan Sem dan bangsa-bangsa asing yang memiliki hubungan yang bersahabat dan baik dengan Israel dikelompokkan dalam kategori “keturunan Yafet”.  Sebaliknya, bangsa-bangsa asing yang menjadi saingan/musuh digolongkan sebagai “keturunan Ham” dan ada dibawah kutuk (Kej 9:25-27).  Disini, ada bukti ke arah centripetal dari nats-nats ini.

Selanjutnya penulis memperlihatkan bahwa momen-momen sejarah Israel merupakan symbol-simbol bagi misi dunia.  Momen-momen sejarah ini dapat dibagi dalam 6 periode yang walaupun tidak memiliki durasi yang sama, namun setiap bahan dari periode ini bukan hany untuk Israel, melainkan juga sebagai jawaban kita atas kehendak Allah bagi keselamatan universal.. Peirode tersebut adalah sbb:

  1. Zaman bapa-bapa leluhur

  2. Periode Musa

  3. Tahap-tahap pertama dari Agama Perjanjian: Pertama dibawah pemimpin-pemimpin Kharismatik, kemudian di bawah dinasti Daud.

  4. Perpecahan politik dan Tantangan Profetis

  5. Pembuangan dan panggilan untuk penciptaan kembali secara baru.

  6. Rekonstruksi dan Pengharapan Apokaliptis


Ad 1. Sulit untk direkonstruksi.  Tapi kedudukan  bapa-bapa leluhur adalah pemeran kunci dalam perkembangan dan pembentukan Agama Perjanjian.  Kel 3:6 memperkenalkan Yahweh sebagai “Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub”.  Peringatan akan bapa-bapa leluhur berkembang terus pada masa selanjutnya.  Di dalam Yesaya 51:2-3, dicatat …. (baca!)


Ad 2.  Melalui kreativitas dan inspirasi ilahi yang genius pada Musa, Israel perlahan-lahan memiliki a) Objek Suci, Tabut Perjanjian (kel 25:1-31:18; 35:1-40:38) dan atau Kemah pertemuan (Kel 33:7-10; Im 1:1; 6:26, 30) untuk mendekati ALLAH  di gurun Sinai; b) Pelayan-pelayan Suci, imam-imam Lewi dan c) Pengakuan Iman resmi (kel 15; Ul 26:5-10; Yos 24)


Ad 3. Agama Musa muncul dari interaksi antara ekonomi, politik dan kebudayaan di satu sisi, dan kehadiran Allah penyelamat, di sisi lain yang menantang, memurnikan dan mentransformasi lembaga-lembaga.  Dalam hal ini ada dua aspek dasar dari agama alkitab, yaitu:1) Kepemimpinan kharismatik dari musa ke Yosua dan dari Yosua ke hakim-hakim. 2) Kepemimpinan Dinasti Daud melalui masa transisi oleh hakim terkahir dan terbesar Samuel.  Kata kunci yang menghubungkan Musa dengan Daud adalah “Roh Tuhan”, kuasa ilahi yang dengannya perbuatan-perbuatan luar biasa dilakukan.  Dengan “Roh Tuhan”, Allah menerobosw kehidupan manusia, menjadi elemen kunci dalam agama Musa.  Unsur kunci lainnya adalah kehidupan manusia dengan tekanan pada kelemahannya, perkembangannya, karakter yang kompromi.


Ad 4. Perpecahan ini muncul dari isu penindasan (1 Raj 12:14).  Sebenarnya Apa yang diraih oleh Musa dan Yosua, pembebasan para budak dan para korban bangsa lain dari Firaun Mesir dan raja-raja Kanaan, sekarang berbalik.  Sekarang umat Israel ditindas oleh kerajaan yang menganggap dirinya pewaris dan pelindung dari Agama Musa.  Disini prinsip misi adalah suara kenabian yang berbicara atas nama orang-orang tertindas dan peran bangsa-bangsa asing dalam mempertahankan pesan tersebut.


Ad 5. cukup jelas


Ad 6.  Muncul pertanyaan “siapa yang disebut dengan sisa Israel?  Dalam hal ini pemisahan antara Yerusalem dan Samaria bermuara kepada pembedaan tentang sisa Israel.  Orang samaria adalah mereka yang sudah kawin campur dan tidak murni lagi.  Sedang orang yahudi di Yerusalem melambangkan Israel yang murni.

Karakteristik lain dari pasca pembuangan adalah hilangnya kenabian secara perlahan-lahan.  

Dari zaman pasca pembuangan, ada dua hal pent5ing bagi misi gereja: 1. Ada ketegangan yang serius pada orang Yahudi ketika agama cenderung berpandangan sempit di tempat asalnya (yerusalem), sementara di bagian-bagian dunia yang berbeda agama tersebut terus berakar dengan kuat.  Perbedaan terutama justru pada kitab-kitab suci di Alekxandria, Mesir yang sangat berbeda dengan yang dipakai di Yerusalem.  Semenatara bangsa lain dilarang memasuku Bait Allah di Yerusalem, mereka diizinkan masuk synagogue dengan sebutan “orang-orang yang takut akan Allah”  2)dinamika ekonomi dan politik bertanggungjawab atas penyebaran orang Israel ke bangsa-bangsa lain, dan disiini kebanyakan pemimpin-pemimpin agama adalah orang awam, ahli kitab dan guru-guru, bukan para imam dari keturunan Zadok.







Proses Akulturassi Alkitabiah

Penulis mengatakan bahwa Allah tidak membuat Israel dari yang tidak ada.  Allah memilih Israel setelah ada bangsa-bangsa. (Yeh 16:3).  Akibatnya, pemahaman paling awal tentang Allah dalam Alkitab tidak berpusat pada Allah sebagai pencipta semesta atau pencipta umat manusia, melainkan sebagai penyelanmat dari umat pilihan Israel.  Demikian juga, Misi dunia tidak pernah mulai dari “ex nihilo” tetapi dalam kebudayaan yang sudah ada sebeklumnya.


Allah sebagai Penyelamat dan sebagai Pencipta.

Secara kronologis, tentu saja penciptaan lebih dahulu.  Tetapi penyelamatan diberi tempat pertama secara teologis.  Hal ini sangat penting dalam teologi misi yang mengikuti pembedaan antara “penciptaan” dan “penyelamatan”.  Jika agama alkitabiah didasarkan pada tindakan Allah dalam penciptaan, maka kita harus menyimpulkan: a) bahwa Allah biasanya bertindak sendiri dalam kemegahan ilahi yang tersendiri, dan Ia harus telah membuat dunia dari yang tidak ada  b) bahwa Allah mencapai dalam sekejap apa saja yang ia putuskan dan dikenal oleh sebagian besar karena kemahakuasaanNya;  Bahwa Allah bertindak dalam situaswi yang sempurna, karena Dia tidak dapat menghasilkan yang tidak layak dan dengan demikian nyanyian ini bergaung “dan Allah melihat semua itu baik (Ke3j 1:4, 10, 18, 21, 25, 31); d) Bahwa detail-detail dari tindakan kreatif Allah dapat diukur dengan alat-alat ilmiah, e) Bahwa Tindakan kreatif Allah adalh unik dan tidak pernah dapat diulang.


Tetapi jika Agama Alkitabiah dimulai dalam sejarah manusia, sekarang kita akan melihat a) bahwa Allah tidak bertindak sendiri tetapi di dalam rangkaian jaringan politik, ekonomi dan kebiasaan manusia, b) bahwa Allah tidak terlalu mengesankan kita dengan kuasaNya sebagaiamana dengan belas kasihNya dan tolerance terhadap kelemahan manusia, kelalaian dan bahkan dosa manusia.; c) bahwa setting dari tindakan Allah tidak lagi tanpa hambatan, arena terbuka dari ketiadaan sebagaiman penciptaan pertama, tetapi air keruh dan udara polusi dari kehidupan manusia; d) bahwa tindakan Allah tidak dapat diukur, karena tak seorang pun dapat menentukan tinggi dan dalamnya dari kasihNya (ef 3:18), dan e) bahwa tindakan penebusan Agung oleh Allah dapat terjadi terus menerus (berulang kali).

Dari uraian di atas, Agama Alkitab berdasarkan pada kehendak Allah untuk berurusan dengan situasi hidup manusia yang rumit, bukan hanya yang dibentuk sesuai budaya dan nilai-nilainya, tetapi juga yang rusak oleh dosanya, kelemahnnya dan prasangkanya.  Proses dimana Allah menggunakan gaya hidup manusia, memurnikan dan mengarahkannya kembali sehingga memungkinkan masyarakat ini untuk menciptakan di bawah pemeliharaan ilahi sebuah pola penyembahan, moralitas dan pengharaopan—process ini dalam agama kita sebut dengan Akulturasi.  Sati teks Alkitab yang mengungkapkan misteri, cara imanen dari Imanuel, Allah beserta kita:

Yes 55:6-11  baca!


Kekerasan dan Perjuangan dalam Perjanjian Lama

Ada banyak periode dalam alkitab diawali dengan kekerasan atau perjuangan: kehadiran para bapa leluhur di tanah perjanjian, peperang memasuki tanah kanaan di bawah pimpinan Yosua, pembuangan, pembangunan kembali sesudah pembuangan.  Kekerasan juga sering mengguncangkan sejarah Israel.  Dengan fakta-fakta ini, maka peran kita saat ini adalah lebih kepada membuat penjelasan dari pada untuk membela dan mempertahankan bahan-bahan peperangan dari PL.  Kita perlu menjelaskan maknanya secara teologi, implikasinya bagi pemahaman kita tentang Allah, dan relevansinya bagi kehidupan Kristen.  


Kekerasan adalah sebuah prakarsa/inisiatif yang kuat atau tindakan penuh pemaksaan yang jangkauannya melampaui dialog yang normal, melanggar kebebasan pihak lain, dan membuat/menentukan sebuah solusi atau situasi atas yang lain, melawan keinginan mereka.  Beberapa type kekerasan dalam Alkitab:

  1. Kekerasan fisik, cukup sering dalam Aklkitab (mis: Kej 4:8, 1 Sam 15, dll) 

  2. Kekerasana psikologi: muncul dalam berbagai bentuk (Kej 12:13; Kej 22:2)

  3. Kekerasan Asketis, dituntut dari para imam, mis.: Tidak boleh mendatangi orang mati dsb (Im 21:11), Tidak boleh menikah (Yer 16:2)

  4. Kekerasan Liturgis, yang tampil dalam berbagai upacara suci, mis.: Gelar Yahweh sebagai gibbor(pahlawan perang), Yahweh Sebaoth (Tuha dari bala tentara), dan pengakuan “yang menyertai kita adalah TUHAN, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita (2 Taw 32:8)

  5. Kekerasan Profetis, mis pertarungan Elia dengan para nabi Baal, perintah nabi agar Israel berperang (1 Sam 15)


Dari semua jenis kekerasan itu,  kita perlu memisahkan dua aspek yang bermanfaat bagi penerapan misi:

  1. kekerasan tidak dapat ditolak atau dihilangkan dari PL tanpa merusak struktur dasar kitab suci.  Kita tidak dapat menolak inspirasi atas “bagian-bagian kekerasan” dalam alkitab.  Kekerasan seharusnya dipertimbangkan sebagai charisma atau karunia untuk melayani  umat Allah dan rencana pemeliharaan Tuhan.  Sebagaimana Nabi Yeremia dipanggil untuk 

mencabut dan merobohkan, 

untuk membinasakan dan meruntuhkan

sebelum mereka dipanggil untuk 

      membangun dan menanam


  1. Paralel antara kekerasan dalam PL dengan usaha missioner gereja dapat dilihat dalam tuntutan heroic yang dikenakan pada manusia sebagai alat.  Untuk orang-orang “terpilih ini tidak ada cara yang mudah dan tentu tidak ada cara yang normal untuk bertindak.  Mis. Yeremia tidak boleh menikah, 





Missi dalam Perjanjian Lama

J. Herbert Kane


Masalah: Beberapa sarjana mengklaim bahwa mereke menemukan pesan missioner, tujuan dan aktivitas misi di dalam PL, tetapi sarjana-sarjana lainnya tidak mengatakan bahwa mereka tidak menemukan hal-hal semacam itu.   Hal itu tergantung dengan definisi misi yang dipakai oleh orang tsb.  Jika missi diartikan sebagai membawa berita Allah yang benar dengan melintasi batasan-batsan politis dan budaya kepada orang yang tidak mengenal Allah, maka (kecuali Yunus) Kita tidsak bisa menemukan banyak pesan/aktivitas missi dalam PL.  Bukan berarti gagasan misi tidask ada disana.  Dapat dipastikan bahwa pesan/aktivitas missi dinyatakan secara implicit daripada secara eksplisit di dalam doktrin universalism.


Peran missioner Allah dalam PL

PL adalah kitab misi karena Yahweh adalah Allah yang missioner.  Sejak Awal, Allah sudah menaruh perhatian kepada hidup, kebebasan dan kebahagiaaqn semua ciptaan.

  1.  Allah adalah Pencipta dan Penopang Alam Semesta

Karena Allah menciptakan langut dan bumi, maka Ia adalah pemiliknya (Mzm 95:4-5)

Karena Dia memiliikanya, Dia mengontrol dan menopangnya (Yes 40:28)

  • Dia membuka tangannya dan menyediakan kebutuhan setiap makhluk hidup (Mzm 145:16)

  • Tujuan Allah adalah bahwa manusia dapat menemukan kebahagiaanya yang tertinggi, bukan dalam diri sendiri atau lingkungannya atau pencapaiannya. Tetapi di dalam Allah (Mat 22:37)

  • DidalamNya kita hidup, kita bergerak dan kita ada (Kis 17:28)


  1. Allah sebagai Pengatur dan Hakim Atas Moral seluruh dunia

Kitab Suci menggambarkan Allah sebagai Allah yang bermoral.  Ciri utama Allah adalah kekudusan (Im 19:2) dan Dia menuntut kekudusan di dalam UmatNya (1 Pet 1:16).  Tanpa itu, tidak seorang pun dapat melihat Allah (Ibra 12:14). 

Manusia hanya bertanggung jawab kepada Allah, Penciptanya.  Karena manusia melanggar larangan Allah, pikirannya digelapkan (Ef 4:18); emosinya telah dirusak (Yoh 3:19), dan keinginannya di perbudak (Rom 7:19-21).  Dengan ringkas, ia menjadi rusak total.

  1. Allah adalah Raja dan Penguasa atas bangsa-bangsa asing

Kata “bangsa” muncul pertamakali dalam Kej 10:20.  Kata ibrani goyyim, sebagaimana digunakan di dalam PL, adalah sama artinya dengan kafir/penyembah berhala.  Kata ini lebih berkonotasi religious daripada politis.  Ini memperlihatkan bahwa tujuan Allah mula-mula adalah agar umat manusia tetap bersatu.  Tetapi karena manusia purba tidak menaati Allah untuk memenuhi bumi dan membangun menara Babel, maka Allah mengacaukan bahasa manusia.  Akibat kebingungan/kekacauan itu mereka berserak ke seluruh bumi.

  1. Allah adalah Bapa dan Penebus Israel

Sampai disini kita telah berbicara tentang universalisme.  Kedaulatan dan kekuasaan inuversal Allah atas seluruh bumi.  Sekarang kita beralih ke partikularisme.  Yang pertama menyangkut maksud Allah atas seluruh dunia, dan yang kedua adalah menyangkut metode yang dengannya Allah mencapai maksud tersebut.  Tidak perlu diragukan bahwa PL adalah partikularistis, dalam arti bahwa keselamatan dan pelayanan Allah dibatasi pada satu umat khusus.  Tetapi, partikularisme ini adalah alat untuk tujuan universal Allah atas dunia.

Di antara semua bangsa di dunia, Israel meneruskan hubungan yang unik dengan Yahweh.  Bangsa-bangsa lain dibuat olehNya (Mzm 86:9) dan diperintah olehNya (Mzm 103:19), tetapi hanya Israel yang dikatakan telah “ditebus” olehNya (Yes 43:1).  Panggilan Abraham dalam Kejadian menandai sebuah titik balik dari bagaimana Allah berurusan dengan dunia.  Campbell Morgan membagi buku kejadian ke dalam tiga bagian: Generasi (1-2), Degenerasi (3-11), dan Regenerasi (12-50).  Abraham dan Israel bukan dipilih demi diri mereka sendiri, tetapi untuk tujuan yang jauh lebis luas—keselamatan dunia.

Allah mempunyai tiga tujuan dalam pemilihan Israel.  Pertama, Israel menjadi penerima dan penjaga pewahyuan/penyataan khusus Allah kepada dunia (Ibr 1:1-3). Kedua, Israel menjadi chanel/saluran bagi Penebus untuk memasuki aliran sejarah manusia.  Dia adalah anak Abraham (Mat 1:1), Dari suku Yehuda (Kej 49:10), dari keluarga Daud (Roma 1:3).  Ketiga, Israel menjadi hamba Allah (Yes 44:1-2) dan saksi (Yes 43:10) di tengah bangsa-bangsa.

Peristiwa sejarah yang memancarkan penebusan Israel sebagai sebuah umat adalah pembebasan dari Mesir, rumah perbudakan (Ul 13:5).  Keluaran memuncak pada episode Laut Merah, yang memberikan dua efek: kematian dan kehancuran dari musuh-musuh mereka maupun kebebasan dan kemerdekaan untuk diri mereka sendiri.  Sementara peristiwa keluaran berlangsung dari Mesir dan melibatkan hanya orang Osrael dan orang Mesir, peristiwa ini dirancang oleh Allah untuk melayani maksud yang lebih luas. “Akan tetapi inilah sebabnya … supaya memperlihatkan kepadamu kekuatan-Ku, dan supaya nama-Ku dimasyhurkan di seluruh bumi” (Kel 9:15-16).

Allah berurusan dengan umat perjanjian dalam dua cara: dalam anugerah dan dalam penghakiman.  Dalam kasus lain, Israel menjadi saksi bagi bangsa-bangsa (Mzm 67:1-2).  Selama Israel tetap setia dan taat, dia adalah penerima anugerah Allah.  Allah berjanji untuk mensejahterakan dan melindunginya melawan semua musuhnya (Ul 28:1-14).  Peringatannya untuk semua musuh-musuh latent adalah "Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat kepada nabi-nabi-Ku!" (Mzm 105:15).  Dan siapa saja yang berani menyentuh Israel berarti menjamah biji mataNya (Zakh 2:8).

Tetapi Israel tidak selalu tetap setia, seringkali Israel mengalah dengan pencobaan dan tergelincir dalam penyembahan berhala.  Apakah Israel kemudian berhenti menjadi saksi Allah? Tidak sama sekali.  Musa telah melihat kemungkinan ini sebelumnya dan memperingati Israel akan akibat yang mengerikan dari ketidaktaatan (Ul 28).  Saat Israel tidak taat, maka Allah menghadapi mereka dengan penghakiman, akhirnya mengizinkan mereka dibawa ke pembuangan oleh musuh-musuhnya.

Entah taat atau tidak taat, Israel tetap menjadi saksi Allah bagi bangsa-bangsa kafir disekitarnya.  Tekanannya adalah pada kehadiran, bukan pada pemberitaan.  Dengan kehadirannya di dunia, Israel adalah sebuah kesaksian akan satu Allah ynag benar, Pencipta langit dan bumi dan hakim dan Penguasa atas dunia ini.  Dalam cara yang passif ini Israel mengisi peranan “missionernya”.

Peranan Missioner Israel sebelum Pembuangan


Sementara Allah dinyatakan dalam PL  sebagai Bapa dan Penebus Israel, cukup jelas bahwa keselamatannya bukanlah terbatas pada Israel.  Sebagai umat perjanjianNya, Israel harus terpisah dari bangsa-bangsa lain.  Israel tidak boleh menyembah dewa-dewa mereka (Ul 11:16) atau menikah dengan keturunan mereka (Ul 7:3).  Pada saat yang sama, tujuan Allah adalah agar Israel menjadi “terang bagi bangsa-bangsa” (Yes 42:6) supaya keselamatanNya “dapat mencapai ujung bumi” (Yes 49:6).

1. “Orang asing” diizinkan masuk dalam jemaah Israel.

- Beberapa dari contoh untuk hal ini berasal dari zaman keluaran ketika “orang dari bebagai-bagai bangsa” bergabung dengan keturunan Israel saat keberangkatan mereka dari Mesir (Kel 12:38).

- Orang asing diizinkan untuk memelihara Paskah (Bil 9:14)

- Mereka diminta untuk mematuhi Sabbat (Kel 20:10)

- Mereka dapat member persembahan (Im 17:8)

- Mereka tidak dapat menjadi raja-raja (Ul 17:15)

- Orang Israel dengan jelas dilarang menindas mereka (Kel 22:21)

- Kitab Rut adalah contoh yang sangat indah bagaimana orang-orang asing ini diasimilasikan dalam jemaah.

- Janji rohani terhadap orang-orang asing dan hubungan mereka dengan Allah Israel ditemukan dalam doa Salomo pada saat peresmian Bait Allah (2 Tawarikh 6:32-33)

- Yes 56:6-7 pengharapan bahwa orang-orang asing akan mengenal dan takut akan Allah.


2. Seluruh bangsa ditarik kepada Allah Israel

Nabi-nabi telah melihat suatu hari ketika bukan hanya perseorangan, tetapi keseluruhan bangsa-bangsa akan datang pada pengenalan Allah dan berduyun-duyun ke Yerusalem untuk mendengar firman Allah (Yes 2:1-2; Yer 3:17).


3. Seluruh bangsa-bangsa akan mengetahui dan menyembah Allah

Tahapan ketiga dalam kegiatan missioner Israel akan dicapai ketikan pengetahuan tentang satu Allah yang benar menjadi universal (Hab 2:14; Yes 11:9; Mal 1:11).  Dalam kaitannya dengan hal ini sebauah ungkapan baru digunakan: “ujung-ujung bumi” (Mzm 22:27; Yes 49:6; Yes 45:22).





Peranan Misioner Israel selama Pembuangan

Dikenal sebagai Diaspora, orang-orang Yahudi di pembuangan terus menganggap Yerusalem sebagai pusat keagamaan mereka dan menjaga hubungan yang erat dengan otoritas Yahudi di sana.  Di dalam periode inilah peranan mioner Israel berubah sepenuhnya dan menjadi sentrifugal.  Sebagai ganti dari harapan bahwa bangsa-bangsa akan berduyun-duyun ke Yerusalem untuk belajar firman Tuhan, hukum/Taurat dibawa oleh orang-orang Yahudi Diaspora secara harfiah ke ujung-ujung bumi.  Untuk pertama sekali dalam sejarahnya,  Israel secara aktif terlibat dalam memenangkan petobat-petobat dari bangsa-bangsa asing.  Sesungguhnya, salah satu cirri utama dari Diaspora adalah proselitisme.  Berdasarkan firman penghakiman firman Tuhan, kegiatan-kegiatan mem-proselit bangsa lain haruslah bersifat intensif dan ekstensive (Mat 23:15).  Ada dua jenis petobat: proselit dan orang yang takut Allah.  Yang pertama mengambil agama Yahudi secara penuh, termasuk ritual penyunatan;  Akibatnya dia diterima secara penuh sebagai anggota dari komunitas Yahudi.  Disisi lain, orang-orang yang takut Allah,  berhenti pada ritus pemotongan dan hanya menjadi warga kelas dua.  Keduanya memiliki akses ke sinagoge.

Ada enam ciri-ciri kehidupan agama Yahudi Diaspora yang secara langsung menyumbangkan dalam agama Kristen gagasan untuk mengusahakan petobat-petobat dan secara tidak langsung membantu penyebaran agama Kristen kelak.

  1.  Institusi Sinagoge

Sinagoge tidak pernah menggantikan Bait Allah.  Ini terutama merupakan lembaga pengajaran; sebab itu pemimpinnya adalah seorang rabi, bukan imam.  Tidak ada korban yang pernah dipersembahkan di sinagoge.  Untuk hal itu, orang-orang Yahudi harus pergi ke Bait Allah di Yerusalem.  Sementara orang-orang dari bangsa lain dikeluarkan dari Bait Allah (Kis 21:29), mereka punya kebebasan untuk masuk ke sinagoge.  Jadi sinagoge menjadi sarana utama untuk membuat petobat-petobat.

  1. Ketaatan memelihara Sabat

  2. Penerjemahan Alkitab PL ke dalam bahasa Yunani

Ini selesai sekitar abad ke tiga SMdi Alexandria.  Terjemahan ini dikenal dengan Septuaginta (LXX) karena dikerjakan oleh 70 sarjana.  Septuaginta menjadi alat yang sangat manjur di tangan orang-orang Yahudi Diaspora.  Ini adalah alkitab yang dipakai Yesus dan rasul-rasul, dan dibaca setiap hari Sabat di sinagoge-sinagoge diseluruh wilayah Yunani-Romawi (Kis 15:21)

  1. Konsep monotheis

  2. Praktek moralitas

Janji kedatangan penyelamat.